12.9.05

Berpegang Teguh Pada Dua Perkara

Beda Kepentingan, Beda Versi
Telah terjadi perseteruan abadi antara dua kubu di dunia Islam. Satu menamakan diri ahlusunnah (orang Suni), satu lagi pembela mati-matian “keturunan Nabi Muhammad” alias ahlulbait (orang Syiah). Perseteruan tersebut menjelma menjadi genangan darah dan air mata yang membasahi lembaran sejarah Islam.

Salah satu awal pemicu permusuhan ini adalah klaim mengenai apa yang diucapkan oleh Nabi Muhammad pada haji wada’ menjelang wafatnya. Konon, kala itu Nabi mengatakan bahwa umatnya tidak akan tersesat sepanjang berpegang teguh pada dua perkara, yaitu: (versi Suni) “Kitabullah dan sunnahku,” atau (versi Syiah) “Kitabullah dan keturunanku.” Perbedaan versi ini berimplikasi politis dan berkembang menjadi konflik berkepanjangan hingga sekarang.

Aneh juga, bagaimana mungkin satu orang dalam satu kesempatan dan satu konteks kalimat diklaim telah mengatakan dua hal yang berbeda (“... dan sunnahku;” “... dan keturunanku”). Namun begitulah, riwayat-riwayat yang ditulis atas dasar kemauan manusia tidak bisa lepas dari kepentingan pihak yang menulis. Karenanya, pertentangan-pertentangan di dalamnya tidak akan terelakkan.

Sebagai contoh, salah satu “hadis sahih” riwayat Muslim yang diyakini oleh kaum Syiah berkaitan dengan berpegang teguh adalah hadis dari Yazid bin Hayan. Diceritakan bahwa setelah mendengar pesan Nabi agar berpegang teguh kepada ahlulbait, beberapa sahabat bertanya apakah yang dimaksud dengan ahlulbait itu adalah istri-istri Nabi. Kemudian dijawab bahwa istri-istri Nabi tidak termasuk ahlulbait, yang dimaksud sebagai ahlulbait adalah keturunan Nabi.

Hadis di atas dengan jelas mengakomodasi aspirasi kaum Syiah yang anti terhadap Aisyah; salah seorang istri Nabi dan sekaligus seteru politik Ali. Padahal ayat Quran dengan jelas menyebut istilah “ahlulbait” ketika menunjuk kepada istri-istri Nabi sebagaimana ayat berikut:

”Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti perempuan-perempuan lain.  Jika kalian bertakwa, maka janganlah kalian tunduk (berlemah lembut) dalam berucap, sehingga berkeinginan orang yang di dalam hatinya ada penyakit, dan ucapkanlah perkataan yang patut. ... Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan kekotoran dari kalian wahai orang rumah (ahlal bayt), dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (Quran 33:32-33)

Saya tidak bermaksud untuk membela kaum Suni, tidak juga membela kaum Syiah. Hadis di atas saya kemukakan untuk mengajak kita berpikir tentang keabsahan sumber ajaran yang bernama “hadis.”  Apakah kitab-kitab yang sarat dengan nuansa kepentingan layak untuk menjadi pegangan beragama? Tidakkah kita berpikir bahwa yang disebut “hadis” itu hanyalah semata-mata rekaan dengan mencatut nama Nabi?

Buta
Fanatisme Suni dan Syiah telah membutakan mereka dari petunjuk Quran yang ada di hadapan mereka.

Kaum Suni buta dari kenyataan bahwa “sunnah” yang mereka agung-agungkan hanyalah klaim kosong belaka. Nabi Muhammad sendiri dengan tegas menyatakan bahwa beliau memberi peringatan dengan Quran. Bukan dengan ajaran yang selain dari itu.

“… dan telah diwahyukan kepadaku Quran ini supaya aku memperingatkan kalian dengannya …” (Quran 6:19)

Di samping itu, Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Quran pun memuat beberapa teguran Allah kepada Nabi (lihat Quran 66:1-2 dan 80:1-10). Karenanya tidak masuk akal kalau umat Islam harus mencontoh sepenuhnya apa yang pernah dilakukan oleh beliau.

Kaum Syiah buta dari kenyataan bahwa “keturunan Nabi” bukan jaminan apapun. Allah di dalam Quran menjelaskan bahwa di antara keturunan para nabi itu ada orang-orang yang mendapat petunjuk, namun banyak pula yang fasik. Karena itu sama sekali tidak ada alasan bagi kita untuk mengagung-agungkan “keturunan Nabi.”

“Dan sungguh Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim, dan Kami berikan kenabian dan kitab kepada keturunan keduanya; maka di antara mereka ada yang mendapat petunjuk, dan banyak di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Quran 57:26)

Berpegang Teguh Versi Quran
Seakan sudah dipersiapkan untuk menjawab polemik seputar “berpegang teguh” di atas, Allah di dalam kitab yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad memuat pula frasa “berpegang teguh” dimaksud.

Yang Allah pesankan ke kita adalah untuk berpegang teguh kepada-Nya.

“... Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka sungguh dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (Quran 3:101)

Dan berpegang teguh kepada Allah itu diwujudkan dengan berpegang teguh kepada kitab-Nya.

"Maka berpegang teguhlah engkau kepada yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya engkau berada di atas jalan yang lurus." (Quran 43:43)

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa istilah “sunnah Nabi” maupun “keturunan Nabi” hanyalah tambahan yang diada-adakan dan tidak pernah mendapat pembenaran dari Allah.

Apabila umat Islam berkomitmen untuk berpegang teguh hanya kepada kitabullah, maka berbagai doktrin yang memecah-belah umat akan kehilangan rohnya, sehingga insya Allah tidak akan ada lagi yang namanya pertikaian antar golongan di dalam Islam.

“Dan sungguh inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia.  Dan janganlah kalian mengikuti berbagai jalan (yang lain) yang akan menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya.  Demikianlah Dia mewasiatkan kepada kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Quran 6:153)

(Terakhir diperbarui: 26 Maret 2022)

Baca juga: Islam Tak Bermazhab

Share on Facebook

Artikel Terkait: