16.1.14

Zakat

Zakat adalah perbuatan mendermakan sebagian harta yang kita miliki kepada orang yang berhak menerimanya.

Di dalam Quran sering pula ditemukan istilah memberi sedekah atau nafkah yang mana kedua istilah tersebut juga mengacu kepada zakat.

Di samping berarti derma, zakat juga mengandung arti “kesucian.”  Apabila kita simak ayat-ayat Quran diketahui bahwa tindakan memberi harta memang menyucikan.  Ternyata zakat merupakan sebuah jalan yang diberikan oleh Allah bagi kita untuk membersihkan diri dari dosa.

“Yang memberikan hartanya untuk menyucikan (yatazakkaa)” (Quran 92:18 [lihat juga 9:103])

Selain kesucian, ada lagi satu arti yang dapat kita ambil dari akar Z-K-A yang membentuk kata zakat, yaitu “tumbuh berkembang.”  Makna ini pun masih memiliki kaitan dengan zakat.  Allah mengatakan bahwa nilai dari zakat yang kita berikan akan tumbuh dan berkembang berlipat ganda.  Perumpamaannya adalah seperti sebutir biji yang tumbuh dan menghasilkan ratusan bulir biji.

“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah seperti perumpamaan sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai. Pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji.  Dan Allah menggandakan bagi siapa yang Dia kehendaki.  Dan Allah Luas, Mengetahui.” (Quran 2:261 [lihat juga 2:276, 30:39])

Zakat merupakan salah satu kewajiban bagi orang beriman.  Perintah menunaikan zakat sangat banyak ditemukan di dalam Quran, dan ia kerap kali digandengkan dengan perintah shalat.  Hal tersebut meninggalkan pesan bahwa penghambaan secara vertikal kepada Allah harus diiringi dengan pelayanan secara horizontal kepada sesama.

“Dan dirikanlah shalat dan berikanlah zakat ....” (Quran 2:110)

Yang kita berikan sebagai zakat adalah sebagian dari rezeki yang kita peroleh, baik itu berupa upah/gaji, keuntungan perdagangan, hasil pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, pertambangan, dan lain sebagainya.

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah dari apa yang telah Kami rezekikan kepada kalian ....” (Quran 2:254)

Yang kita berikan sebagai zakat haruslah yang baik.  Tidak boleh kita memberikan yang buruk-buruk yang kita sendiri pun enggan mengambilnya.

“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah yang baik dari apa yang kalian usahakan, dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian.  Dan janganlah kalian bermaksud untuk menafkahkan yang buruk darinya, sedang kalian sendiri tidak mau mengambilnya selain dengan memicingkan mata padanya.  Dan ketahuilah bahwa Allah Kaya, Terpuji.” (Quran 2:267)

Rezeki yang kita dapatkan hendaklah segera dibayarkan zakatnya tanpa menunggu lama-lama.  Kesimpulan demikian didapatkan dari Quran surah 6 ayat 141 dimana Allah memerintahkan agar zakat buah-buahan dibayarkan pada hari memanennya.

Di samping mengeluarkan zakat dari pemasukan yang kita peroleh, kita juga wajib mengeluarkan zakat atas emas dan perak yang kita simpan.

“.... Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan azab yang pedih.” (Quran 9:34)

Keluarkanlah zakat atas emas dan perak simpanan kita secara berkala (tiap setahun penyimpanan), agar jangan sampai emas dan perak tersebut menjadi sebab diazabnya kita di akhirat nanti.

“Pada hari ia (emas dan perak) dipanaskan di dalam neraka Jahanam, lalu dicap dengannya dahi mereka, dan lambung mereka, dan punggung mereka (seraya dikatakan), ‘Inilah apa yang kalian simpan untuk diri kalian, maka rasakanlah apa yang kalian simpan itu.’” (Quran 9:35)

Allah tidak menentukan seberapa besar yang harus kita berikan sebagai zakat.  Hal tersebut dikembalikan kepada keputusan masing-masing kita.

Zakat itu diperuntukkan bagi: kedua orang tua, kerabat dekat, orang yang membutuhkan bantuan, orang miskin, peminta-minta, anak yatim, gelandangan, budak, orang yang terbelit utang, orang yang hatinya sedang dijinakkan kepada keimanan, petugas zakat, dan keperluan lain di jalan Allah (perjuangan, dakwah, dsb).

“Sesungguhnya sedekah itu hanyalah untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan (fakir), dan orang-orang miskin, dan orang-orang yang bekerja atasnya, dan orang-orang yang dijinakkan hatinya, dan orang-orang yang dalam perbudakan, dan orang-orang yang berutang, dan di jalan Allah, dan para gelandangan …” (Quran 9:60)

“… dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat dekat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan para gelandangan, dan para peminta-minta, dan orang-orang yang dalam perbudakan …” (Quran 2:177)

“… Apa saja kebaikan yang kalian nafkahkan maka untuk kedua orang tua, dan kerabat dekat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan para gelandangan ....” (Quran 2:215)

Zakat boleh diberikan secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi.

“Jika kalian menampakkan sedekah kalian, maka itu baik.  Dan jika kalian menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan (fakir), maka itu lebih baik bagi kalian ….” (Quran 2:271)

Pemberian zakat haruslah didasari ketulusan.  Kita tidak boleh mengungkit-ungkit pemberian kita dan menyakiti hati penerima zakat.  Kalau itu sampai kita lakukan maka derma kita menjadi tidak ada nilainya di sisi Allah.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah membatalkan sedekah kalian dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti, seperti orang yang menafkahkan hartanya (untuk) pamer kepada manusia, dan dia tidak percaya kepada Allah dan hari akhir.  Maka perumpamaannya seperti perumpamaan batu licin yang di atasnya ada tanah, lalu hujan lebat menimpanya dan meninggalkannya licin ...” (Quran 2:264)

Jangan menganggap penerima zakat sebagai orang-orang yang berutang budi kepada kita, tapi lihatlah mereka sebagai jalan yang diberikan Allah untuk kita dapat menyucikan diri dan meraih keridaan-Nya.

Zakat diberikan dalam segala keadaan, bukan hanya apabila kita berkelebihan harta.  Orang yang bertakwa itu mendermakan sebagian hartanya baik dalam kondisi lapang maupun sempit.

“Orang-orang yang menafkahkan dalam kelapangan dan kesempitan ...” (Quran 3:134)

(Terakhir diperbarui: 13 Maret 2019)

Share on Facebook

Artikel Terkait: