18.7.14

Syafaat

Syafaat artinya perantaraan.  Secara lebih khusus istilah syafaat biasanya dimaksudkan sebagai perantaraan pertolongan dari orang tertentu yang diharapkan dapat diperoleh di akhirat kelak.
 
Pada dasarnya di akhirat nanti kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang masing-masing kita telah perbuat tanpa ada pembelaan, tebusan, atau pun syafaat yang bisa diandalkan.  Ketentuan inilah yang menjadi pegangan dasar bagi kita.
 
“Dan takutlah kalian akan suatu hari yang seseorang tidak dapat menggantikan orang lain sedikit pun, dan tidak diterima darinya syafaat dan tidak diambil darinya tebusan, dan mereka tidak akan ditolong.” (Quran 2:48)
 
“Hari ini setiap jiwa akan dibalas dengan apa yang telah dia usahakan.  Tidak ada ketidakadilan pada hari ini.  Sesungguhnya Allah cepat perhitungan-Nya.” (Quran 40:17)
 
Sebagai pengecualian dari apa yang berlaku secara umum, Allah memang bisa memberikan izin untuk memberi/menerima syafaat kepada siapa yang Dia kehendaki.
 
“Sesungguhnya Tuan kalian ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas singgasana, mengatur segala urusan.  Tidak ada yang memberi syafaat kecuali setelah izin-Nya.  Itulah Allah, Tuan kalian, maka menghambalah kepada-Nya.  Apakah kalian tidak mengingat?” (Quran 10:3)
 
Allah juga memberi syafaat kepada orang-orang yang telah membuat perjanjian dengan-Nya.  Yaitu mereka yang ketika di dunia telah meminta kepada allah agar berjanji untuk memberi syafaat baginya di akhirat kelak.  Permintaan ini tentunya diikuti oleh pemenuhan suatu janji bakti yang sepadan sebagai imbal balik dari si peminta.
 
”Mereka tidak memiliki syafaat, kecuali siapa yang telah mengambil perjanjian di sisi Yang Pengasih.” (Quran 19:87)
 
Mengenai izin syafaat, tidak ada yang tahu kepada siapa izin itu akan Allah berikan.  Hal tersebut merupakan keputusan Allah yang hanya dapat diketahui pada saatnya nanti di akhirat.
 
Tidak ada ayat yang mendalilkan adanya orang tertentu yang sudah pasti mengantongi izin syafaat.  Ajaran yang menyatakan bahwa ada nabi, atau syekh, atau wali tertentu yang sudah pasti dapat memberi syafaat di akhirat nanti adalah keliru dan menyesatkan.
 
Meyakini adanya orang yang dapat menyelamatkan kita dengan syafaatnya di akhirat sama artinya dengan menyekutukan Allah, karena telah menganggap orang tersebut berkongsi kewenangan dengan Allah.
 
“Dan sungguh kalian datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana Kami menciptakan kalian pada pertama kali, dan kalian tinggalkan di belakang kalian apa yang telah kami karuniakan kepada kalian.  Dan Kami tidak melihat bersama kalian pemberi syafaat kalian yang kalian anggap sekutu-sekutu (bagi Allah) di antara kalian.  Sungguh telah terputus (pertalian) antara kalian, dan telah lenyap dari kalian apa yang kalian anggap (sebagai sekutu Allah) itu.” (Quran 6:94)
 
Alih-alih mengangankan adanya “juru selamat” yang akan memberi syafaat untuk kita di akhirat nanti, yang harusnya kita perhatikan adalah amal perbuatan kita sendiri karena itulah “syafaat” yang benar-benar akan berlaku.
 
Jika kita menekuni kebaikan-kebaikan, maka hal tersebut akan menjadi perantaraan yang membawa kebaikan juga bagi kita.  Demikian pula sebaliknya jika kita menekuni keburukan-keburukan, maka hal tersebut akan menjadi perantaraan yang membawa keburukan juga bagi kita.
 
“Barang siapa bersyafaat dengan syafaat yang baik, akan ada baginya bagian darinya.  Dan barang siapa bersyafaat dengan syafaat yang buruk, akan ada baginya tanggungan darinya.  Dan Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Quran 4:85) 

Share on Facebook

Artikel Terkait: