5.2.15

Wajah Hukum Islam

Tulisan ini bertujuan untuk secara singkat memberi gambaran umum tentang seperti apa keadaan di dalam masyarakat pasca pemberlakuan hukum pidana Islam.  Apa saja perbedaan-perbedaan yang terjadi dibandingkan dengan kondisi yang ada saat ini.

Ketika hukum Islam diberlakukan, pelaku pembunuhan pada tingkat yang terberat akan dihukum mati (kecuali dimaafkan oleh keluarga korban).  Pelaku penganiayaan akan dikenai sanksi fisik yang setimpal.  Orang yang mencuri barang dengan nilai signifikan akan dipotong tangan.  Pezina akan dicambuk seratus kali.

Orang akan berpikir berkali-kali sebelum memutuskan untuk melukai atau membunuh orang lain karena sanksinya adalah balasan yang setimpal kepada dirinya sendiri.  Untuk mencuri pun orang akan berpikir berkali-kali karena konsekuensinya bukan lagi “reuni” dengan sesama penjahat di dalam penjara, melainkan tangan buntung.

Kecil kemungkinan seorang pencuri akan mengulangi kejahatannya lagi dan lagi seperti yang selama ini terjadi karena kerasnya efek jera dari potong tangan.  Dan kondisi tangan buntung orang yang pernah mencuri akan menjadi “peringatan berjalan” bagi siapa pun agar jangan berani-berani mencuri.

Masyarakat akan diingatkan untuk tidak berzina melalui pelaksanaan hukuman cambuk yang dapat mereka saksikan sendiri.

Perlu pula saya kemukakan bahwa ada ketentuan-ketentuan yang sebenarnya bukan bagian dari hukum Islam karena tidak ada dasarnya di dalam Quran meski di beberapa negara hal tersebut secara salah dianggap sebagai bagian dari hukum Islam, yaitu hukuman rajam (dilempari batu) sampai mati bagi pezina dan hukuman mati bagi orang yang murtad.

Hukum rajam bagi pezina dapat ditemukan di dalam Bibel, namun tidak di dalam Quran.  Sebagaimana telah disinggung, sanksi bagi orang yang terbukti berzina adalah dicambuk seratus kali.

Terkait dengan orang yang keluar dari agama Islam, Quran menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama.  Setiap orang bebas untuk memilih agama yang ingin diyakininya, termasuk untuk keluar dari agama Islam dan memilih agama lain.  Soal dosa atas kemurtadannya adalah urusan antara dia dengan Allah di akhirat nanti.

Kita bisa melihat bahwa tidak ada hal yang secara mutlak bisa dianggap memberatkan dengan keberlakuan hukum Islam.  Secara umum kehidupan akan tetap normal-normal saja pasca hukum pidana Islam diterapkan.

Perubahan yang mungkin meninggalkan kesan suram adalah adanya hukuman potong tangan bagi pencuri.  Hukuman potong tangan memang terkesan mengerikan, tapi ingat bahwa itu adalah hukuman yang dijatuhkan hanya terhadap pelaku kriminal pencurian yang mencuri barang dengan nilai signifikan.  Sepanjang kita berkomitmen untuk tidak mencuri maka kita tidak akan pernah berurusan dengan sanksi tersebut.  Bukankah selama ini kita pun tidak pernah dipenjara karena mencuri?

Satu hal lagi, apabila misalnya di suatu kota dalam setahun ada seribu orang yang dipenjara karena mencuri, jangan beranggapan bahwa ketika hukum Islam diterapkan maka dalam setahun akan ada seribu orang di kota itu yang dipotong tangan.  Beratnya konsekuensi hukum potong tangan hampir dipastikan akan membuat jumlah kasus pencurian jauh berkurang dibandingkan dengan saat penerapan sanksi penjara.

Akhir kata, tidak ada alasan bagi kaum muslim untuk merasa keberatan dengan pemberlakuan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat.  Justru kita harus meyakini bahwa tidak ada hukum yang lebih baik daripada hukum rancangan Allah tersebut.

“Apakah hukum jahiliah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada (hukum) Allah bagi kaum yang yakin?” (Quran 5:50)

(Terakhir diperbarui: 13 Maret 2019)

Share on Facebook

Artikel Terkait: