24.7.15

Homoseks

Hubungan seksual sesama jenis (homoseks) adalah salah satu bentuk kekejian (faahisyah) yang diharamkan Allah.

Quran menceritakan bahwa perbuatan seks menyimpang ini dipelopori oleh kaum Nabi Luth. Para lelaki mereka melampiaskan hasrat seksnya bukan kepada perempuan melainkan kepada sesama laki-laki.

“Dan Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Apakah kalian melakukan kekejian yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun dari semesta alam sebelum kalian? Sesungguhnya kalian benar-benar mendatangi para lelaki dengan syahwat, bukan perempuan. Bahkan kalian adalah kaum yang melampaui batas.'” (Quran 7:80-81) 

Kaum Nabi Luth yang tidak mengindahkan peringatan Nabi Luth tersebut akhirnya dibinasakan Allah dengan bencana dahsyat.

“Maka apabila perintah Kami datang, Kami menjungkirbalikkannya (negeri kaum Luth), dan Kami menghujaninya bertubi-tubi dengan batu-batu dari tanah yang keras.” (Quran 11:82) 

Ada orang yang mencari pembenaran bagi perilaku homoseksual dengan menyatakan bahwa sebagian orang memang terlahir sebagai homoseks. Dalih sesat yang demikian adalah propaganda setan yang menginginkan agar perbuatan keji tersebut terkesan sebagai sesuatu yang wajar.

Homoseksual adalah perilaku hasil bentukan. Orang yang sebelumnya normal dapat menjadi homoseks, begitu pula sebaliknya seorang homoseks dapat kembali menjadi normal. Kalaupun ada faktor bawaan, hal tersebut sebatas potensi keburukan yang memang ada pada diri setiap manusia.

Berapa pun potensi tersebut, ia tetaplah hanya sekadar potensi. Kita sendiri yang memutuskan apakah akan memilih jalan yang baik (dengan melawan dorongan jahat yang ada di dalam diri), atau memilih jalan yang buruk (dengan mengabaikan suara kebenaran yang ada di dalam diri).

“Demi jiwa dan Yang membentuknya, kemudian Dia mengilhamkan kepadanya kedurhakaan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung siapa yang menyucikannya, dan sungguh kecewa siapa yang merusaknya.” (Quran 91:7-10) 

Bagi yang kadar kecenderungan homoseksnya cukup kentara, berarti dia perlu mengerahkan upaya yang lebih dalam melawan dorongan menyimpang tersebut, bukan lantas menganggap bahwa sudah takdirnya menjadi homoseks. Allah tidak akan tersalah dalam ciptaan-Nya. Dia telah menjadikan bahwa laki-laki menyukai perempuan, dan perempuan menyukai laki-laki.

Hukuman Homoseks 

Hukuman untuk pelaku homoseks dapat kita temukan pada dua ayat berikut:

“Dan (terhadap) yang melakukan kekejian di antara perempuan-perempuan kalian, maka hendaklah empat orang di antara kalian bersaksi atas mereka. Kemudian jika mereka telah bersaksi, maka tahanlah mereka di dalam rumah hingga kematian mengambil mereka, atau Allah mengadakan bagi mereka suatu jalan.” (Quran 4:15) 

“Dan (terhadap) dua orang yang melakukannya di antara kalian, maka sakiti-(hukum)lah keduanya. Kemudian jika keduanya bertobat dan mengadakan perbaikan, maka berpalinglah dari keduanya. Sesungguhnya Allah adalah Penerima Tobat, Penyayang.” (Quran 4:16) 

Sebagaimana kita ketahui, sanksi hukum atas perbuatan keji berwujud zina sudah diatur di Quran surah 24 ayat 2. Maka sanksi yang diatur pada dua ayat di atas bukan lagi kekejian dalam bentuk perzinaan.

Frasa “aadzuu humaa” (sakiti/rugikan keduanya) pada surah 4:16 merupakan istilah yang bersifat dual maskulin (mutsanna mudzakkar) yang dalam bahasa Arab dapat digunakan untuk mengacu pada dua orang laki-laki maupun dua orang campuran (seorang laki-laki serta seorang perempuan). Namun perempuan harus dikesampingkan dalam konteks surah 4:16 tersebut karena hukuman untuk mereka sudah diatur di ayat sebelumnya. Artinya, “dua orang” pada surah 4:16 itu adalah dua laki-laki, maka kecabulan yang mereka berdua lakukan adalah perbuatan homoseks.

Surah 4:16 itu sendiri mengacu pada perbuatan serupa di ayat sebelumnya. Maka berarti kecabulan yang dilakukan oleh para perempuan pada surah 4:15 adalah perbuatan homoseks sesama perempuan (lesbian).

Untuk menuduhkan perbuatan homoseks ini dibutuhkan adanya kesaksian dari empat orang.

Sanksi untuk perempuan bersuami yang melakukan perbuatan lesbian adalah dikenakan tahanan rumah. Dia seumur hidup tidak boleh keluar rumah kecuali Allah membukakan jalan. Karena hukuman tahanan rumah ini adalah tindakan domestik yang diterapkan oleh seorang suami kepada istrinya, maka jalan yang akan membebaskan si istri dari tahanan rumah adalah apabila dia bercerai dari atau ditinggal wafat oleh suaminya.

Untuk laki-laki pelaku homoseks, Allah di surah 4:16 memerintahkan agar mereka dikenai sanksi, namun Dia tidak menetapkan detailnya. Berarti terpulang kepada pemegang kewenangan hukum untuk menetapkan sanksi seperti apa yang akan diterapkan ke atas mereka.

Sanksi yang akan ditetapkan terhadap laki-laki pelaku homoseks tentunya harus memiliki bobot yang setara dengan sanksi tahanan rumah yang diberlakukan terhadap perempuan lesbian.

Apabila kita membandingkan antara hukuman tahanan rumah bagi perempuan pelaku homoseks dengan hukuman seratus kali cambuk di muka umum bagi pezina, bisa dikatakan bahwa hukuman untuk perbuatan homoseks relatif lebih ringan.

Sanksi atas perbuatan lesbian yang hanya sebatas tindakan internal rumah tangga, dan tidak ditentukannya sanksi definitif bagi laki-laki pelaku homoseks sedikit banyaknya juga mengindikasikan bahwa derajat kejahatan homoseks ini berada di bawah zina. Hal ini patut menjadi bahan pertimbangan pembuat hukum dalam menetapkan bobot sanksi yang sesuai bagi laki-laki pelaku homoseks.

Share on Facebook

Artikel Terkait: