28.5.08

Baiat

Secara bahasa, baiat berarti jual beli.  Di dalam jual beli, pihak penjual menyerahkan apa yang dimilikinya sebagai ganti untuk mendapatkan apa yang ditawarkan oleh pihak pembeli.  

Kaitannya dengan istilah baiat di dalam agama, ia adalah iktikad orang-orang beriman untuk mengorbankan diri dan harta mereka demi mendapatkan keridaan dan balasan yang lebih baik dari Allah.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang yang beriman, diri mereka dan harta mereka, dengan surga untuk mereka.  Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh dan terbunuh; janji yang mengikat-Nya di dalam Taurat, Injil, dan Quran.  Dan siapakah yang lebih memenuhi janji daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu.  Dan itulah kemenangan yang besar.” (Quran 9:111)

Tidak berbeda dengan jual beli yang umum, di dalam baiat juga ada proses transaksi yang mana salah satu pihak menyatakan penjualannya dan pihak yang lain menyatakan penerimaannya.  Dalam proses baiat, penjualan dinyatakan oleh orang-orang beriman di hadapan rasul yang berperan sebagai penerima baiat.

Sebagai sebuah transaksi, baiat bersifat sukarela.  Ia datang dari keyakinan orang-orang beriman akan tingginya nilai “keuntungan” dari jual beli yang ditawarkan Allah.  Mereka yang tidak tertarik dengan tawaran tersebut, atau tidak mempercayai kerasulan dari penerima baiat tentu tidak akan melakukannya.

Selain berikrar untuk menjauhi dosa-dosa besar, baiat mengandung pernyataan kesetiaan orang-orang beriman terhadap rasul.  Mereka yang meyakini kerasulan seorang rasul akan mengkonfirmasikan pembenarannya dan kesetiaannya terhadap rasul melalui baiat.  Karena adanya pernyataan kesetiaan tersebut, baiat sering pula disebut sebagai “janji setia.”

Di dalam baiat orang-orang beriman berjanji untuk tidak akan melakukan dosa-dosa besar dan tidak akan mengingkari rasul.  Pada masa Nabi, ketika wanita-wanita beriman hendak berbaiat, perbuatan dosa yang dituntut untuk tidak akan dilakukan adalah mempersekutukan Allah, mencuri, berzina, membunuh anak, dan berbohong tentang keabsahan anak yang dilahirkannya dengan mengklaim bahwa anak tersebut adalah anak suaminya padahal bukan.  Selanjutnya rasul akan menerima baiat orang-orang beriman, dan memohonkan ampunan Allah untuk mereka.

“Wahai Nabi, apabila perempuan-perempuan yang beriman datang kepadamu, untuk berjanji setia kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan membuat kebohongan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mengingkarimu dalam hal-hal yang pantas, maka terimalah janji setia mereka, dan mohonkanlah ampunan Allah untuk mereka.  Sesungguhnya Allah Pengampun, Pengasih.” (Quran 60:12)

Dalam keadaan rawan, seperti menjelang perang, rasul dapat menyelenggarakan pembaiatan kembali atas orang-orang beriman yang akan turut serta.

Perang adalah peristiwa yang berat dan penuh cobaan.  Ada kemungkinan pasukan tergiur dengan harta rampasan sehingga melupakan strategi yang telah ditetapkan, atau merasa gentar ketika berhadapan dengan lawan sehingga lari meninggalkan medan pertempuran.  Untuk mengantisipasi kelemahan-kelemahan seperti itu, komitmen orang-orang beriman perlu diperbarui dan diperkuat kembali dengan baiat.

Isi baiat menjelang konfrontasi ini pada intinya tetap sama, yaitu untuk menjauhi hal-hal yang dilarang Allah dan untuk mematuhi rasul.  Bedanya karena kondisi yang akan dihadapi adalah perang, isi baiat akan lebih spesifik seperti: tidak akan lari dari pertempuran, tidak akan berselisih antar sesama pasukan, tidak membunuh orang yang mengucapkan salam, dan sebagainya.

Di dalam sejarah, baiat menjelang perang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika akan menaklukkan Mekah.

“Sungguh Allah telah rida kepada orang-orang beriman ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon itu.  Dan Dia mengetahui apa yang di dalam hati mereka, maka Dia menurunkan ketenangan kepada mereka, dan Dia mengganjar mereka dengan kemenangan yang dekat.” (Quran 48:18)

Meskipun secara lahirnya orang-orang beriman melakukan baiat dengan rasul, pada hakikatnya mereka berbaiat dengan Allah.  Karena itu mereka yang telah berbaiat harus menjaga ikrarnya dan tidak menganggap enteng baiat yang telah dilakukan.  Kesetiaan atau pun pengkhianatan kita hanya akan kembali kepada diri kita sendiri.

“Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu, sesungguhnya berjanji setia kepada Allah; tangan Allah di atas tangan mereka.  Maka barang siapa yang memungkiri (janji), hanyalah memungkiri atas dirinya sendiri; dan barang siapa yang memenuhi perjanjiannya dengan Allah, maka Dia akan memberinya imbalan yang besar.” (Quran 48:10)

Share on Facebook

Artikel Terkait: