Saya belum menemukan ada ayat Quran yang valid untuk mengatakan secara mutlak bahwa memilih pemimpin kafir itu hukumnya haram. Ayat tentang larangan menjadikan orang ingkar sebagai “wali”—yang oleh sebagian kalangan sering dijadikan dalil keharaman memilih pemimpin kafir--kalau kita cermati konteksnya adalah tentang menjadikan mereka teman dekat atau sekutu, bukan pemimpin. Namun demikian bukan berarti tidak ada ayat Quran yang patut kita pertimbangkan dalam memilih pemimpin.
Berkenaan dengan kemungkinan memilih pemimpin dari kalangan orang kafir, perlu terlebih dahulu kita mengingat sifat dan perilaku mereka sebagaimana yang diterangkan Allah di dalam Quran.
Berkenaan dengan kemungkinan memilih pemimpin dari kalangan orang kafir, perlu terlebih dahulu kita mengingat sifat dan perilaku mereka sebagaimana yang diterangkan Allah di dalam Quran.
Di salah satu ayat, Allah katakan bahwa orang kafir tidak menginginkan orang beriman memperoleh kebaikan.
“Orang-orang yang kafir dari orang kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan bahwa suatu kebaikan diturunkan kepada kalian dari Tuan kalian. Sedang Allah mengkhususkan kasih sayang-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Quran 2:105)
Pada ayat lain Allah memberitahukan bahwa banyak dari orang kitab (Yahudi dan Nasrani) yang berkeinginan untuk memurtadkan orang beriman.
“Banyak dari orang kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kalian menjadi kafir setelah keimanan kalian, (karena) rasa dengki di jiwa mereka setelah kebenaran itu jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berpalinglah kalian sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Quran 2:109)
Ketika Allah telah menerangkan bahwa orang kafir itu tidak ingin kita memperoleh kebaikan, dan bahwa banyak di antara mereka yang ingin memurtadkan kita, apakah masuk akal jika kemudian kita memilih mereka sebagai orang yang berkuasa atas diri kita selagi masih ada pilihan lain? Bukankah dengan kedudukan tersebut kesempatan dia untuk menghalangi kebaikan atas kita dan untuk mempengaruhi keyakinan kita akan lebih besar? Coba pikirkan.
Masih banyak ayat lain yang memperingatkan kita tentang perilaku orang kafir, namun dua ayat di atas saja sudah cukup untuk menjadi pegangan bagi orang beriman untuk tidak memilih pemimpin kafir ketika masih ada kandidat pemimpin muslim yang dapat dijadikan pilihan. Ini bukan soal halal-haram, tapi soal kesimpulan logis yang kita petik dari ayat-ayat Allah.
Jadi secara ringkas bisa dikatakan bahwa meski menjadikan orang tidak beriman sebagai pemimpin itu tidak haram, namun sedapat mungkin harus dihindarkan.
Pemimpin di sini bukan saja dalam konteks jabatan publik seperti presiden, melainkan juga dalam lingkup yang lebih sempit, termasuk atasan dalam bekerja. Kita harus mengupayakan untuk bekerja pada majikan yang seiman. Kalaupun tidak ada pilihan lain kecuali harus bekerja pada orang yang tidak beriman (contohnya, dalam sebuah institusi kita tidak mungkin mengatur siapa yang akan jadi atasan kita), maka, pertama, kita harus menjaga jarak kedekatan sehingga hubungan kita dengan dia hanya sebatas profesional dan tidak sampai menjadi pertemanan yang akrab. Hal ini terkait dengan larangan Allah menjadikan orang yang tidak beriman sebagai teman dekat atau sekutu.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir sebagai teman atau sekutu selain dari orang-orang yang beriman. Apakah kalian menghendaki untuk memberi Allah alasan yang nyata (untuk menghukum) atas kalian?” (Quran 4:144)
Hal ke dua yang harus diperhatikan oleh orang beriman apabila menjadi bawahan orang yang tidak beriman adalah untuk mengambil garis yang jelas dan tegas bahwa ketaatan dia kepada atasan hanya sebatas urusan kerja, bukan untuk urusan lain terutama urusan keyakinan. Karena sebagaimana yang sudah disinggung, banyak di antara orang-orang tidak beriman itu yang ingin membelokkan iman kita. Apabila kita bersikap lunak dan mengikuti saja segala kemauan mereka, maka bisa jadi pada akhirnya kita akan dimurtadkan oleh mereka.
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mentaati segolongan dari orang-orang yang diberi kitab, (niscaya) mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang-orang kafir setelah keimanan kalian.” (Quran 3:100)
Tidak adanya ayat yang secara tegas mengharamkan orang beriman berada di bawah kepemimpinan orang kafir adalah realistis, mengingat hal tersebut memang nyaris tidak dapat dihindari secara total di dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk. Dan apabila larangan tersebut ada, maka kaum muslim di negeri mayoritas non-muslim yang kandidat pemimpin publiknya non-muslim semua terpaksa abstain dari pemilihan umum. Hal itu malah akan merugikan kaum muslim karena mereka jadi tidak punya posisi tawar secara politik.
Bagaimanapun, sekali lagi saya ingatkan bahwa kita harus sedapat mungkin mengambil pemimpin dari kalangan orang beriman, karena mengambil orang tidak beriman sebagai pemimpin itu besar risikonya.
“Dan mereka berkata, ‘Tuan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).’” (Quran 33:67)
Share on Facebook
“Orang-orang yang kafir dari orang kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan bahwa suatu kebaikan diturunkan kepada kalian dari Tuan kalian. Sedang Allah mengkhususkan kasih sayang-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Quran 2:105)
Pada ayat lain Allah memberitahukan bahwa banyak dari orang kitab (Yahudi dan Nasrani) yang berkeinginan untuk memurtadkan orang beriman.
“Banyak dari orang kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kalian menjadi kafir setelah keimanan kalian, (karena) rasa dengki di jiwa mereka setelah kebenaran itu jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berpalinglah kalian sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Quran 2:109)
Ketika Allah telah menerangkan bahwa orang kafir itu tidak ingin kita memperoleh kebaikan, dan bahwa banyak di antara mereka yang ingin memurtadkan kita, apakah masuk akal jika kemudian kita memilih mereka sebagai orang yang berkuasa atas diri kita selagi masih ada pilihan lain? Bukankah dengan kedudukan tersebut kesempatan dia untuk menghalangi kebaikan atas kita dan untuk mempengaruhi keyakinan kita akan lebih besar? Coba pikirkan.
Masih banyak ayat lain yang memperingatkan kita tentang perilaku orang kafir, namun dua ayat di atas saja sudah cukup untuk menjadi pegangan bagi orang beriman untuk tidak memilih pemimpin kafir ketika masih ada kandidat pemimpin muslim yang dapat dijadikan pilihan. Ini bukan soal halal-haram, tapi soal kesimpulan logis yang kita petik dari ayat-ayat Allah.
Jadi secara ringkas bisa dikatakan bahwa meski menjadikan orang tidak beriman sebagai pemimpin itu tidak haram, namun sedapat mungkin harus dihindarkan.
Pemimpin di sini bukan saja dalam konteks jabatan publik seperti presiden, melainkan juga dalam lingkup yang lebih sempit, termasuk atasan dalam bekerja. Kita harus mengupayakan untuk bekerja pada majikan yang seiman. Kalaupun tidak ada pilihan lain kecuali harus bekerja pada orang yang tidak beriman (contohnya, dalam sebuah institusi kita tidak mungkin mengatur siapa yang akan jadi atasan kita), maka, pertama, kita harus menjaga jarak kedekatan sehingga hubungan kita dengan dia hanya sebatas profesional dan tidak sampai menjadi pertemanan yang akrab. Hal ini terkait dengan larangan Allah menjadikan orang yang tidak beriman sebagai teman dekat atau sekutu.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir sebagai teman atau sekutu selain dari orang-orang yang beriman. Apakah kalian menghendaki untuk memberi Allah alasan yang nyata (untuk menghukum) atas kalian?” (Quran 4:144)
Hal ke dua yang harus diperhatikan oleh orang beriman apabila menjadi bawahan orang yang tidak beriman adalah untuk mengambil garis yang jelas dan tegas bahwa ketaatan dia kepada atasan hanya sebatas urusan kerja, bukan untuk urusan lain terutama urusan keyakinan. Karena sebagaimana yang sudah disinggung, banyak di antara orang-orang tidak beriman itu yang ingin membelokkan iman kita. Apabila kita bersikap lunak dan mengikuti saja segala kemauan mereka, maka bisa jadi pada akhirnya kita akan dimurtadkan oleh mereka.
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian mentaati segolongan dari orang-orang yang diberi kitab, (niscaya) mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang-orang kafir setelah keimanan kalian.” (Quran 3:100)
Tidak adanya ayat yang secara tegas mengharamkan orang beriman berada di bawah kepemimpinan orang kafir adalah realistis, mengingat hal tersebut memang nyaris tidak dapat dihindari secara total di dalam kehidupan bermasyarakat yang majemuk. Dan apabila larangan tersebut ada, maka kaum muslim di negeri mayoritas non-muslim yang kandidat pemimpin publiknya non-muslim semua terpaksa abstain dari pemilihan umum. Hal itu malah akan merugikan kaum muslim karena mereka jadi tidak punya posisi tawar secara politik.
Bagaimanapun, sekali lagi saya ingatkan bahwa kita harus sedapat mungkin mengambil pemimpin dari kalangan orang beriman, karena mengambil orang tidak beriman sebagai pemimpin itu besar risikonya.
“Dan mereka berkata, ‘Tuan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin kami dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).’” (Quran 33:67)