10.10.05

Aliran Sesat

Alasan mengapa suatu golongan dikategorikan “sesat” sering kali tidak didasarkan pada landasan argumentasi yang memuaskan.  Bisa saja suatu golongan dicap sesat hanya karena pandangan mereka “berbeda” dari anutan mayoritas.  Dalam hal ini yang berbicara sudah bukan lagi nalar dan dalil, melainkan prasangka dan asumsi belaka.
 
Pada zaman dahulu, Nabi Nuh telah dicap sesat oleh pemuka-pemuka kaumnya ketika beliau menyampaikan pesan-pesan Allah.  Pada masa sekarang kejadiannya tetap sama.  Seorang rasul yang menyampaikan ayat-ayat Allah dipastikan mendapat label “sesat” dari masyarakat.
 
“Berkata pemuka-pemuka dari kaumnya, ‘Sesungguhnya kami melihat kamu dalam kesesatan yang nyata.’  Berkata (Nuh), ‘Wahai kaumku, tidaklah aku dalam kesesatan, tetapi aku (adalah) utusan dari Tuan seluruh alam.  Aku menyampaikan kepada kalian pesan-pesan Tuanku, dan aku menasihati kalian, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui.’” (Quran 7:60-62)
 
Di akhirat nanti, mereka yang melontarkan kecaman “sesat” terhadap para penyampai peringatan Allah akan mengakui perbuatan mereka.  Sayangnya, pengakuan mereka di dalam kobaran api itu sudah tidak ada gunanya lagi.
 
“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar padanya (suara) yang bergemuruh, sedang ia menggelegak hampir pecah karena marah.  Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan, bertanyalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Apakah belum pernah datang kepada kalian seorang pemberi peringatan?’ Mereka berkata, ‘Benar, sungguh telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, lalu kami mendustakan(nya) dan kami katakan, ‘Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu hanyalah dalam kesesatan yang besar.’” (Quran 67:7-9)
 
Sebagaimana utusan Allah, orang-orang beriman yang mengikutinya pun akan menjadi bahan tertawaan dan olok-olokan serta dikecam “sesat.”
 
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa menertawakan orang-orang yang beriman.  Apabila mereka (orang-orang berdosa) melewati mereka (orang-orang beriman) itu, mereka saling mengedipkan mata.  Dan apabila mereka kembali kepada keluarga mereka, mereka kembali dengan riang gembira.  Dan apabila mereka (orang-orang berdosa) melihat mereka (orang-orang beriman) itu, mereka berkata, ‘Sesungguhnya mereka itu sungguh orang-orang yang sesat!’” (Quran 83:29-32)
 
Hal yang diceritakan Allah tersebut sepatutnya menjadi renungan bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya.  Ketika suatu golongan dituding “sesat,” evaluasilah dengan saksama dalil-dalil dari pihak yang menuduh maupun pihak yang dituduh.  Bukan tidak mungkin mereka yang dianggap sesat itulah orang-orang beriman yang sesungguhnya.
 
Sesat Menurut Allah
Terlepas dari kategori “sesat” yang dibuat oleh manusia, Allah di dalam kitab-Nya telah menetapkan beberapa kriteria manusia yang tergolong “sesat.”  Siapa yang masuk ke dalam kriteria “sesat” versi Allah, mereka inilah orang sesat yang sebenar-benarnya.
 
Kriteria “sesat” berdasarkan kitab Allah adalah sebagai berikut:
 
Pertama, “menyekutukan sesuatu dengan Allah.”
 
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni bahwa sesuatu dipersekutukan dengan Dia, dan Dia mengampuni (dosa) apa yang selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki.  Dan barang siapa yang menyekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh dia telah tersesat (dengan) kesesatan yang jauh.” (Quran 4:116)
 
Sebagian besar kaum Nasrani telah menyekutukan Nabi Isa dengan Allah karena menganggap beliau anak Allah bahkan Allah itu sendiri.
 
Sebagian besar kaum Yahudi menyekutukan “alim ulama” mereka dengan Allah karena menjadikan kitab Talmud sebagai pedoman beragama.  Dalam hal ini berarti mereka telah menganggap ada yang berwenang menetapkan syariat agama selain Allah; dan yang demikian itu termasuk perbuatan syirik (lihat Quran 42:21).
 
Sama halnya dengan kaum Yahudi di atas, mayoritas umat Islam pun telah menyekutukan alim ulama dengan Allah karena menjadikan ajaran para imam sebagai pedoman beragama meskipun sebagian dari ajaran tersebut tidak ada pijakannya di dalam Quran.
 
Selain menyekutukan nabi dan alim ulama dengan Allah, ada pula manusia yang menyekutukan jin dan berhala-berhala dengan Allah.  Semua itu adalah perilaku sesat.
 
Ke dua, “mendurhakai Allah dan rasul-Nya.”
 
“Dan tiadalah bagi lelaki beriman, dan tiadalah (pula) (bagi) perempuan beriman, apabila Allah dan rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, akan ada bagi mereka pilihan (lain) tentang perkara mereka.  Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguh telah sesat, (dengan) kesesatan yang nyata.” (Quran 33:36)
 
Allah telah menetapkan kata-kata kebenaran bahwa rasul-Nya harus ditaati.  Siapa yang menaati rasul, maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.  Mereka yang—dengan berbagai dalih—menyelisihi apa yang telah diputuskan oleh rasul, sebenarnya telah terjerumus ke dalam kesesatan.
 
Ke tiga, “mengharamkan rezeki yang Allah berikan.”
 
“Sungguh rugi orang-orang yang membunuh anak-anak mereka (dalam) kebodohan tanpa pengetahuan, dan mereka mengharamkan apa yang Allah rezekikan kepada mereka (dengan) mengada-ada atas Allah.  Sungguh mereka telah sesat, dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (Quran 6:140)
 
Allah di dalam Quran surah 5:3 dan 6:121 telah menguraikan apa-apa saja yang diharamkan-Nya, yaitu: bangkai, darah, daging babi, binatang yang ketika menyembelihnya dilafalkan bagi selain Allah, binatang yang mati karena tercekik, binatang yang mati karena dipukul, binatang yang mati karena jatuh, binatang yang mati karena ditanduk, binatang yang telah dimangsa binatang buas kecuali masih sempat disembelih sebelum mati, binatang yang disembelih di atas altar, dan binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah.
 
Ada manusia yang (dengan mencatut nama Nabi) mengada-ada hukum dengan mengharamkan yang selain dari apa yang telah Allah haramkan tersebut.  Mereka mengharamkan pula katak, binatang bertaring, burung berkuku tajam, dan keledai peliharaan.  Mereka ini telah sesat.
 
Ke empat, “mengubah ciptaan Allah.”
 
“Dan sungguh aku (setan) akan menyesatkan mereka, dan sungguh aku akan memenuhi mereka dengan khayalan, dan sungguh aku akan memerintahkan mereka, maka mereka sungguh akan memotong telinga binatang ternak.  Dan sungguh aku akan memerintahkan mereka, maka sungguh mereka akan mengubah ciptaan Allah ....” (Quran 4:119)
 
Bentuk tindakan mengubah ciptaan Allah yang paling dekat dengan kehidupan kita adalah khitan (sunat).  Ritual berdarah tersebut tidak pernah diperintahkan Allah.  Kulit khitan adalah bagian dari “standar desain” penciptaan manusia, dan bukan suatu kelainan yang perlu dibuang.  Allah telah sengaja menciptakan kulit khitan itu untuk fungsi tertentu bagi kesempurnaan makhluk ciptaannya yang bernama manusia.
 
Ke lima, “meragukan peristiwa kehancuran alam semesta.”
 
“Orang-orang yang tidak mempercayainya meminta agar ia disegerakan.  Dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya, dan mengetahui bahwa ia adalah kebenaran. Ingatlah sesungguhnya orang-orang yang meragukan jam itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh.” (Quran 42:18)
 
Momen kehancuran alam semesta yang diiringi dengan berbangkitnya seluruh manusia dan tegaknya pengadilan Allah adalah kepastian yang telah berulang-ulang diperingatkan Allah di dalam kitab-Nya.
 
Ada orang yang menyangkal peringatan Allah itu dengan mencari-cari panafsiran yang sesuai dengan keinginannya.  Bagi mereka, bangkitnya kembali manusia yang telah mati dan hancur terurai tidak lebih dari sebuah dongeng.  Jika utusan Allah mengingatkan mereka tentang momen tersebut, mereka yang ingkar malah menantang agar peristiwa dahsyat itu segera didatangkan.  Mereka ini adalah orang-orang yang sesat.
 
Ke enam, “berdoa kepada selain Allah.”
 
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru selain dari Allah, yang tidak akan menyahutinya hingga hari berbangkit, sedangkan mereka (yang diseru) lengah pada seruan mereka (yang menyeru)?” (Quran 46:5)
 
Kemurnian penghambaan kepada Allah mensyaratkan bahwa kita tidak berdoa kepada selain Dia.  Semua yang selain Allah hanyalah makhluk yang tidak berdaya dan tidak patut dijadikan tempat mengalamatkan doa.
 
Jangankan mengabulkan doa, ia bahkan tidak mengetahui kalau, sepeninggalnya, orang-orang telah mengultuskan dirinya sedemikian rupa sampai-sampai memanjatkan doa kepadanya.
 
Maka bermohon kepada selain Allah adalah suatu kesesatan yang keterlaluan.
 
Ke tujuh, “berkasih sayang dengan mereka yang memusuhi rasul dan orang-orang beriman.”
 
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mengambil musuh-Ku dan musuh kalian (sebagai) sahabat yang kalian menyampaikan kepada mereka kasih sayang, padahal sungguh mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepada kalian.  Mereka mengusir rasul dan kalian karena kalian percaya kepada Allah, Tuan kalian.  Jika kalian keluar untuk berjuang di jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah berbuat demikian).  Kalian merahasiakan kasih sayang kepada mereka, sedangkan Aku lebih mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan.  Dan barang siapa yang berbuat demikian di antara kalian, maka sungguh dia telah sesat dari jalan yang lurus.” (Quran 60:1)
 
Sesungguhnya iman itu menghadirkan “pemisah” (furqan) antara yang benar dan yang batil.  Kita harus mengambil sikap tegas dan tidak mendua hati apabila telah menetapkan diri pada kebenaran.
 
Ketika menceritakan tentang “golongan Allah” di dalam surah 58:22, Allah mendeskripsikan bahwa mereka itu tidak berkasih sayang dengan orang-orang yang ingkar, meskipun orang-orang yang ingkar itu adalah orang tua, anak, saudara, atau kerabat mereka sendiri.  Demikian itulah sikap orang beriman yang sejati.  Siapa yang tetap berkasih sayang dengan mereka yang memusuhi utusan Allah dan orang-orang beriman, sungguh telah jatuh kepada kesesatan.
 
Semoga pembahasan ini membuka wawasan kita dalam memaknai sebutan “sesat.”  Kriteria “sesat” yang dipaparkan di atas gunakanlah untuk menilai diri sendiri terlebih dahulu.  Jangan sibuk menuding orang lain sesat, tanpa sadar bahwa diri sendiri yang rupanya telah sesat.

(Terakhir diperbarui: 6 April 2022)

Baca juga: Inilah Jalan yang Lurus 

Share on Facebook

Artikel Terkait: