Pada dasarnya, rasul Allah adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan manusia lain. Namun demikian, terkait dengan status “rasul” yang disandangkan Allah ke atas dirinya, terdapat ketentuan khusus dalam bersikap terhadap rasul yang tidak bisa disamakan dengan sikap kita terhadap orang lain pada umumnya.
Sekurang-kurangnya ada dua belas butir ketentuan bersikap terhadap rasul di dalam Quran yang harus diindahkan oleh orang-orang beriman, yaitu sebagai berikut:
Sekurang-kurangnya ada dua belas butir ketentuan bersikap terhadap rasul di dalam Quran yang harus diindahkan oleh orang-orang beriman, yaitu sebagai berikut:
1. Taat kepada rasul.
Ini adalah akhlak yang paling mendasar. Orang beriman hendaknya menaati segala apa yang diputuskan oleh rasul. Apabila rasul meminta pendapat, silakan kemukakan pendapat kita jika memang ada. Namun ketika suatu urusan telah diputuskan, maka yang tinggal hanyalah pelaksanaan sepenuh hati tanpa ada keberatan.
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul selain untuk ditaati dengan izin Allah ...” (Quran 4:64)
Ketaatan kepada rasul senilai dengan ketaatan kepada Allah. Oleh karena itu, jangan hanya melihat pada wujud rasul yang tidak lain adalah manusia biasa. Tetapi sadarilah nilai yang terkandung di dalam ketaatan kita kepada dirinya.
“Barang siapa menaati rasul, maka sungguh dia telah menaati Allah ...” (Quran 4:80)
2. Tidak menganggap biasa seruan rasul.
Di dalam pergaulan dengan sesama, tidak jarang kita menawar atau menolak suatu ajakan dari rekan kita. Misalnya ada teman yang mengajak untuk bertemu pada jam delapan, lalu kita bilang supaya pertemuannya jam sepuluh saja. Atau ketika ada rekan kita yang mengajak ke sebuah acara, mungkin kita menolaknya dengan alasan tidak menyukai acara tersebut.
Reaksi seperti yang demikian lumrah saja dalam pergaulan yang umum.
Namun Allah mengingatkan orang beriman agar tidak memperlakukan ajakan dari rasul sama seperti ajakan dari orang lain yang bisa saja ditawar atau ditolak. Ketika rasul mengimbau untuk suatu urusan, penuhilah imbauan tersebut dengan segenap kepatuhan.
“Janganlah kalian jadikan seruan rasul di antara kalian seperti seruan sebagian kalian (kepada) sebagian (yang lain) ...” (Quran 24:63)
3. Tidak mendahului rasul dalam perkataan maupun perbuatan.
Ketika bersama rasul, tahanlah diri untuk tidak memutuskan sesuatu yang belum diputuskan oleh rasul. Dan jangan pula berinisiatif mengambil suatu tindakan yang belum ada ketetapan atau persetujuan dari rasul untuk itu.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului di hadapan Allah dan rasul-Nya, dan takutlah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mendengar, Mengetahui.” (Quran 49:1)
4. Tidak coba menyimpangi apa yang telah diputuskan oleh rasul.
Butir ke empat ini berkaitan dengan butir pertama, yaitu ketaatan. Ketika suatu urusan telah diputuskan oleh rasul, tidak ada lagi ruang untuk mempertanyakan keputusan tersebut.
Apabila rasul telah menetapkan A, maka tidak pada tempatnya orang beriman berkata, “Bagaimana kalau B saja?” atau “Kami pikir C akan lebih baik,” dan semacamnya. Yang patut diucapkan oleh orang beriman atas putusan rasul adalah ekspresi ketaatan, yaitu, “Kami dengar, dan kami taat.”
“Dan tiadalah bagi lelaki beriman, dan tiadalah (pula) (bagi) perempuan beriman, apabila Allah dan rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, akan ada bagi mereka pilihan (lain) tentang perkara mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguh telah sesat, (dengan) kesesatan yang nyata.” (Quran 33:36)
5. Tidak menanyakan sesuatu hal yang belum dibahas oleh rasul.
Meski kitab Quran telah hadir secara utuh di tengah-tengah kita, namun pemahaman tentang ayat-ayatnya diturunkan Allah kepada rasul secara bertahap. Kepada Nabi Muhammad pada masa lalu pun, pemahaman atas Quran itu diturunkan ke hati beliau secara bertahap (lihat Quran 2:97 dan 20:114).
Maka apabila suatu topik belum dibahas oleh rasul, janganlah orang beriman menanyakan tentangnya, karena kemungkinan besar pemahaman tentang hal tersebut belum turun kepada rasul. Amalkan saja dengan baik apa-apa yang telah diajarkan rasul, tanpa perlu menanyakan tentang apa-apa yang belum diajarkan. Kalau sudah sampai waktunya, topik yang ingin kita ketahui itu tentu akan dibahas juga.
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu, yang jika diterangkan kepada kalian, akan menyusahkan kalian. Dan jika kalian menanyakannya ketika Quran sedang diturunkan, (maka) akan diterangkan kepada kalian. Allah telah memaafkannya. Dan Allah Pengampun, Penyantun. Sungguh suatu kaum sebelum kalian telah menanyakannya, kemudian mereka menjadi orang-orang yang mengingkarinya.” (Quran 5:101—102)
6. Mencintai rasul lebih daripada rasa cinta kepada orang tua, anak, saudara, pasangan, kaum kerabat, harta benda, usaha, maupun tempat tinggal.
Orang-orang yang beriman harus meletakkan kecintaannya terhadap hal-hal keduniawian tersebut di bawah kecintaannya kepada Allah dan rasul-Nya. Ketika ada seruan dari rasul untuk misalnya berjuang di jalan Allah, orang-orang beriman akan bersegera kepada ajakan tersebut meski konsekuensinya mereka harus berpisah dari apa-apa yang mereka sukai.
“... ‘Jika bapak-bapak kalian, dan putra-putra kalian, dan saudara-saudara kalian, dan pasangan-pasangan kalian, dan kaum kerabat kalian, dan harta benda yang kalian peroleh, dan perniagaan yang kalian takutkan kerugiannya, dan tempat-tempat tinggal yang kalian senangi lebih kalian cintai daripada Allah dan rasul-Nya dan (daripada) berjuang di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Dan Allah tidak menunjuki kaum yang fasik.'” (Quran 9:24)
7. Tidak membeda-bedakan para rasul.
Para rasul itu memang ada yang derajatnya dilebihkan Allah dibandingkan rasul yang lain. Ada pula rasul yang diberi Allah kelebihan tertentu yang tidak dikaruniakan kepada rasul yang lain. Contohnya, rasulullah Musa diberi kesempatan bercakap-cakap dengan Allah; rasulullah Ibrahim disebut Allah sebagai “sahabat”-Nya.
Meskipun demikian, orang beriman tidak boleh membeda-bedakan para rasul. Tidak boleh menganggap ada “rasul besar” sehingga secara tidak langsung yang selainnya dianggap “rasul kecil.” Para rasul yang telah dipilih Allah tersebut semuanya sama berstatus “rasul,” karena itu perlakukanlah mereka semua sama sebagai utusan Allah.
“Rasul itu percaya kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuannya, dan (demikian pula) orang-orang yang beriman. Tiap-tiap mereka telah percaya kepada Allah, dan malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), ‘Kami tidak membeda-bedakan seorang pun antara rasul-rasul-Nya.’ Dan mereka berkata, ‘Kami dengar dan kami taat, (kami mohon) pengampunan Engkau (wahai) Tuan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.’” (Quran 2:285)
8. Merendahkan suara ketika berbicara di dekat rasul.
“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suara mereka di sisi rasul Allah, mereka itulah orang-orang yang telah Allah uji hatinya untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan imbalan yang besar.” (Quran 49:3)
9. Bersedekah sebelum melakukan pembicaraan khusus (empat mata) dengan rasul.
Orang beriman meminta kesempatan berbicara secara khusus dengan rasul biasanya sehubungan dengan hal-hal yang bersifat privat, seperti pengakuan dosa dan permohonan pengampunan.
“... Dan apabila mereka menzalimi diri-diri mereka sendiri mereka datang kepada engkau, lalu meminta ampun kepada Allah, dan rasul (pun) memintakan ampun untuk mereka, niscaya mereka mendapati bahwa Allah Penerima Tobat, Pengasih.” (Quran 4:64)
Sebelum seorang mukmin melangsungkan pembicaraan khusus dengan rasul, wajib baginya menyerahkan sejumlah sedekah kepada rasul, kecuali jika dia memang tidak memiliki sesuatu apa yang akan disedekahkan.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berbicara khusus dengan rasul, maka sebelum pembicaraan khusus kalian itu dahulukanlah (dengan) suatu sedekah. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian, dan lebih bersih. Kemudian jika kalian tidak mendapatkan, maka sesungguhnya Allah Pengampun, Pengasih.” (Quran 58:12)
Pemungutan sedekah oleh rasul atas harta orang-orang beriman sejalan dengan salah satu fungsi diutusnya rasul ke tengah-tengah umat, yaitu untuk menyucikan mereka (lihat Quran 2:129, 2:151, 3:164, 62:2).
Rasul menyucikan orang-orang beriman dengan jalan menarik sedekah dari mereka.
“Ambillah dari harta mereka sedekah (yang) dengannya engkau membersihkan mereka dan menyucikan mereka, dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa engkau (menimbulkan) ketenteraman bagi mereka. Dan Allah Mendengar, Mengetahui.” (Quran 9:103)
Sedekah yang dikutip oleh rasul selanjutnya akan digunakan sesuai dengan peruntukan sedekah sebagaimana yang telah diatur di dalam Quran.
10. Tidak meninggalkan suatu pertemuan dengan rasul sebelum meminta izin kepadanya.
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah mereka yang percaya kepada Allah dan rasul-Nya, dan apabila mereka berkumpul bersamanya untuk suatu urusan, mereka tidak pergi sehingga mereka meminta izinnya ...” (Quran 24:62)
11. Tidak mengadakan suatu pembicaraan rahasia (pembicaraan terbatas dan tanpa kehadiran rasul) dalam rangka mendurhakai rasul.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian saling berbicara rahasia maka janganlah berbicara rahasia dalam dosa, dan permusuhan, dan mendurhakai rasul. Dan berbicara rahasialah dalam kebaikan dan ketakwaan, dan takutlah kepada Allah yang kepada-Nya kalian akan dihimpun.” (Quran 58:9)
12. Tidak mengawini perempuan yang pernah diperistri oleh rasul.
“... Dan tiadalah bagi kalian untuk menyakiti rasul Allah, dan tiada (pula) mengawini istri-istrinya sesudah dia selama-lamanya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah (perkara) besar di sisi Allah.” (Quran 33:53)
(Terakhir diperbarui: 11 Maret 2019)
Share on Facebook