22.3.22

Inilah Jalan yang Lurus

Setiap hari di dalam shalat kita memohon kepada Allah supaya ditunjuki jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. Jalan yang akan mengantarkan kita kepada keselamatan.

Sesungguhnya jalan yang lurus itu adalah jalan kehidupan yang berpedoman kepada kitabullah.

“Dengannya (kitab itu) Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus.” (Quran 5:16)

“Ia (Quran itu) tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam, (yaitu) bagi siapa di antara kalian yang menghendaki menempuh jalan yang lurus.” (Quran 81:27-28)

Pertanyaannya, sudahkah kita menempatkan Quran sebagai pedoman di dalam hidup?

Mari lihat peribadatan yang kita lakukan.

Kita shalat dengan suara nyaring/jahar di sebagian shalat (saat berdiri shalat subuh serta dua rakaat pertama shalat magrib dan isya) dan diam (baca dalam hati)/berbisik/sir di sisa bagian lain dari shalat, padahal keduanya (nyaring/jahar maupun diam/berbisik/sir) dilarang Allah. Tuntunan Allah adalah untuk shalat dengan suara pertengahan di antara itu.

“Katakanlah (Muhammad), ‘Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman, mana saja yang kalian seru, maka bagi-Nya nama-nama yang terbaik, dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu, dan janganlah (pula) diam/ berbisik padanya tapi carilah suatu jalan di antara itu.’” (Quran 17:110)

Kita berbuka puasa saat langit relatif masih terang ketika magrib, padahal ayat Allah menyebutkan bahwa puasa dijalankan sampai datangnya malam.

“… Makan dan minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam pada fajar, kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam …” (Quran 2:187)

Dan malam itu ditandai dengan kegelapan yang menutupi.

“Dan suatu tanda bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang darinya, maka ketika itu mereka (dalam) kegelapan.” (Quran 36:37)

“Demi malam apabila menutupi.” (Quran 92:1)

Malam menutupi alam dengan kegelapan laksana pakaian menutupi tubuh.

“Dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian.” (Quran 78:10)

Maka seharusnya kita berbuka puasa sekitar 40 menit setelah magrib, yaitu ketika matahari sudah berada sekitar 10 derajat di bawah horizon dan alam menjadi gelap.

Kita (umat Islam sedunia) berhaji tanpa pernah melakukan penyembelihan kurban di sekitar ka'bah, padahal hal tersebut jelas-jelas merupakan bagian dari rukun haji.

"... kemudian tempat penyembelihannya adalah pada (sekitar) rumah purba (ka'bah) itu." (Quran 22:33)

Dari segi peribadatan saja sangat nyata bahwa kita belum menempatkan Quran sebagai pedoman.

Belum lagi kalau kita melihat aspek-aspek lain dalam kehidupan: riba yang dilarang Allah dibiarkan memasyarakat; sanksi hukum atas pencurian dan perzinaan yang telah ditetapkan oleh Allah sama sekali tidak dijalankan.

Apakah kita tidak merasa takut akan murka Allah sekiranya Dia menggolongkan kita sebagai orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya?

Di dunia, banyak kaum yang diazab Allah karena mendustakan ayat-ayat-Nya.

"Maka Kami selamatkan dia (Hud) dan orang-orang yang bersamanya dengan rahmat Kami dan Kami musnahkan sampai ke akar-akarnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Dan mereka bukanlah orang-orang beriman." (Quran 7:72)

Di akhirat, orang yang ingkar kepada ayat-ayat Allah akan dimasukkan ke neraka.

"Dan orang-orang yang ingkar kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Di atas mereka api yang ditutup rapat." (Quran 90:19-20)

Maka sebelum azab Allah menimpa, marilah kita mohon ampun dan bertobat kepada-Nya. Niatkan bahwa mulai saat ini kita akan berserah diri kepada pengaturan Allah sebagaimana yang tercantum di dalam kitab-Nya, baik dalam urusan peribadatan maupun dalam aspek-aspek lain kehidupan kita.

Jangan abaikan peringatan yang telah sampai ini dengan beranggapan bahwa apa yang sudah mengakar dan dijalankan dari generasi ke generasi itu sudah pasti benar. Keyakinan yang telah diterima sejak dahulu pun bisa saja salah.

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’Ikutilah apa yang telah Allah turunkan.’ Mereka berkata, ’Bahkan kami mengikuti apa yang kami dapati pada bapak-bapak kami.’  Padahal bapak-bapak mereka itu tidak mengerti apa pun dan tidak mendapat petunjuk.” (Quran 2:170)

Jangan pula berasumsi bahwa apa yang dijalankan oleh kebanyakan orang tidak mungkin salah. Jumlah yang besar memang mudah dijadikan simbol keabsahan, namun tetap saja ia bukanlah ukuran kebenaran.  

“… Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu mengagumkan kamu, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang berakal, mudah-mudahan kalian beruntung.” (Quran 5:100)

Malah Allah mengingatkan bahwa kebanyakan orang di dunia ini mengikuti persangkaan belaka.  Akibatnya, jika kita hanya “ikut arus” maka kita pun akan tersesat dari jalan yang benar.

“Dan jika kamu mematuhi kebanyakan orang di bumi, mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.  Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan, dan mereka hanyalah berdusta.” (Quran 6:116)

Dan janganlah setelah keterangan dari kitabullah dipaparkan dengan gamblang, kita tetap memilih untuk mengikuti pendapat para pemuka agama meski pendapat tersebut menyelisihi ayat-ayat Allah. Kelak kita akan menyesali pilihan yang demikian.

“Dan mereka berkata, ‘Tuan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami.  Lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).'” (Quran 33:67)

Memang di zaman ketika praktik keislaman yang tidak sejalan dengan Quran telah dianggap sebagai sesuatu yang lazim seperti saat ini, siapa yang mengikuti Quran justru bisa-bisa akan dianggap sesat.

Namun kita tidak perlu menghiraukan penilaian orang. Yang penting kita tahu mana sebenarnya yang lurus, dan mana sebenarnya yang sesat.

Sudah sunatullah bahwa akan ada orang-orang yang mencela orang beriman dengan sebutan "sesat" (lihat Quran 83:29-32). Anggaplah itu bagian dari ujian keyakinan.

Salah satu karakter orang-orang yang mencintai dan dicintai Allah itu adalah bahwa mereka tidak takut kepada celaan orang.

"Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, lemah lembut terhadap orang-orang beriman, keras terhadap orang-orang kafir, berjuang di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya), Maha Mengetahui." (Quran 5:54)

Jalan lurus yang setiap hari kita mohon di dalam shalat telah terbentang di hadapan. Sekarang terpulang kepada kita apakah hendak menempuhnya atau mengabaikannya.


Artikel Terkait: