8.7.05

Ke(tidak)benaran Hadis

Makna Hadis
Istilah hadis disebut pada banyak ayat di dalam Quran. Kata hadis dapat diterjemahkan sebagai perkataan/pembicaraan/cerita. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik mengenai sebuah istilah yang sangat sering disebut di dalam pembahasan agama Islam ini, marilah kita cermati kutipan beberapa ayat Quran yang memuat kata hadis berikut ini:

“Dan sungguh Dia telah menurunkan atas kalian di dalam kitab itu bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kalian duduk bersama mereka sampai mereka memasuki hadis yang lain ....” (Quran 4:140)

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi, kecuali diizinkan kepada kalian untuk makan tanpa menanti-nanti waktunya. Tetapi jika kalian dipanggil maka masuklah, kemudian apabila kalian telah makan bertebaranlah dan jangan berpanjang dalam hadis ....” (Quran 33:53)

“Dan sudahkah sampai kepadamu hadis (tentang) Musa?” (Quran 20:9)

“Sudahkah sampai kepadamu hadis (tentang) tamu Ibrahim yang dimuliakan?” (Quran 51:24)

Mudah-mudahan dengan empat ayat di atas kita sudah dapat menangkap bagaimana istilah hadis yang bermakna perkataan/pembicaraan/cerita itu digunakan di dalam konteks kalimat.

Quran Sebagai Hadis
Quran pun disebut sebagai hadis karena pada dasarnya ia adalah perkataan/pembicaraan/cerita, yaitu perkataan/pembicaraan/cerita yang bersumber dari Allah.

Ayat-ayat yang mengandung kata hadis dalam konteks Quran, sebagaimana akan dipaparkan di bawah, menyuguhkan beberapa kesimpulan penting perihal hadis.

Kesimpulan pertama, Quran adalah hadis yang benar-benar berasal dari Allah.

“Allah, tidak ada tuhan selain Dia.  Dia sungguh akan mengumpulkan kalian pada hari Berbangkit yang tidak ada keraguan padanya. Dan siapakah yang lebih benar hadisnya daripada Allah?” (Quran 4:87)

Kesimpulan ke dua, Quran adalah hadis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad. Allah mengungkapkan bagaimana kecewanya Nabi karena hadis yang beliau sampaikan, yaitu Quran, tidak dipercayai oleh orang-orang yang beliau dakwahi. Saking kecewanya, disebutkan bahwa Nabi merasa ingin membinasakan dirinya sendiri.

“Maka boleh jadi engkau akan membinasakan dirimu (dalam) kesedihan sepeninggal mereka jika mereka tidak mempercayai hadis ini.” (Quran 18:6)

Kesimpulan ke tiga, Quran adalah hadis yang terbaik.

“Allah telah menurunkan hadis yang terbaik, kitab yang serupa (lagi) rangkap dua, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuan mereka, kemudian menjadi lunak kulit mereka dan hati mereka untuk mengingat Allah ....” (Quran 39:23)

Kesimpulan ke empat, Quran adalah hadis yang wajib dibenarkan oleh orang-orang yang beriman. Allah murka kepada orang-orang yang mendustakan hadis (Quran) yang telah Dia turunkan.

“Maka biarkanlah Aku dan siapa yang mendustakan hadis ini!  Kelak akan Kami tarik mereka berangsur-angsur dari arah yang tidak mereka ketahui.” (Quran 68:44)

Hadis Nabi
Bagaimana dengan istilah "hadis Nabi" sebagaimana yang umumnya dipahami? Sama sekali tidak ada keterangan di dalam Quran yang mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad, atau nabi dan rasul yang lain, mengajarkan sesuatu di luar ayat-ayat Allah.

Keterangan Quran berkaitan dengan dakwah Nabi Muhammad adalah bahwa beliau membacakan ayat-ayat Allah dan memberi peringatan kepada umatnya dengan Quran yang diwahyukan Allah.

"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika Dia mengutus seorang rasul di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya ..." (Quran 3:164)

“… dan telah diwahyukan kepadaku Quran ini supaya aku memperingatkan kalian dengannya …” (Quran 6:19)

Rasul-rasul yang lain pun mempunyai tugas yang sama, yaitu menyampaikan ayat-ayat Allah kepada manusia.

"Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepada kalian rasul-rasul dari kalangan kalian sendiri yang menceritakan ayat-ayat-Ku kepada kalian ...?" (Quran 6:130)

“Dan tidaklah Tuanmu memusnahkan negeri-negeri itu sampai Dia membangkitkan di ibu kotanya seorang rasul yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Kami.” (Quran 28:59)

Keterangan serupa yang menunjukkan bahwa ajaran para rasul itu terpusat pada subjek tunggal, yaitu ayat-ayat Allah, dapat kita temukan di surah 2:129, 2:151, 4:105, 6:92, 7:35, 16:44, 16:64, 20:134, 27:92, 28:47, 29:51, 39:71, 50:45, 62:2, dan 65:11.

Para penulis kitab-kitab hadis yang muncul ratusan tahun setelah wafatnya Nabi, seperti Bukhari dan Muslim, bisa saja mengklaim bahwa apa-apa yang mereka tulis bersumber dari Nabi Muhammad. Persoalannya adalah, klaim tersebut teruji atau tidak?

Tidak ada ayat yang membenarkan klaim mereka tersebut. Sebaliknya, kajian yang jujur dan kritis terhadap hadis akan mengungkapkan kebohongan klaim yang mengaitkan antara ajaran hadis dengan Nabi Muhammad.

Pertentangan Hadis VS Quran
Kita bisa menggunakan pendekatan lain untuk memperjelas duduk persoalan klaim “hadis Nabi” ini. Quran surah 4:80 menyatakan bahwa barangsiapa yang mentaati rasul, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah. Dengan kata lain, ada koherensi alias kesesuaian antara mentaati rasul dan mentaati Allah.

Berpegang pada kesimpulan tentang adanya koherensi tersebut, maka ajaran hadis—bila memang benar bersumber dari Nabi Muhammad—tidak akan ada yang bertentangan dengan Quran.

Sekarang coba kita perhatikan beberapa butir perbandingan di bawah ini:

Hadis mengajarkan kita agar mengeraskan suara pada sebagian salat dan membisikkan suara pada sebagian lainnya.  Allah di dalam Quran 17:110 melarang kita mengeraskan suara maupun berbisik di dalam salat.

Hadis mengajarkan kita untuk berbuka puasa ketika matahari terbenam (senja).  Allah di dalam Quran 2:187 memerintahkan kita untuk menyempurnakan puasa sampai datangnya malam.

Hadis mengharamkan emas dan sutra bagi laki-laki.  Allah di dalam Quran 7:32 mempertanyakan siapa yang mengharamkan perhiasan yang telah Dia sediakan untuk hamba-hamba-Nya.

Hadis memfatwakan bahwa pezina yang sudah menikah harus dilempari sampai mati.  Allah di dalam Quran 24:2 mengeluarkan fatwa bahwa pezina harus dicambuk seratus kali.

Hadis mengatakan bahwa penghuni neraka yang menyebut laailahaillallah akan dikeluarkan dari sana dan masuk ke dalam surga.  Allah di dalam Quran 2:275 (dan di banyak ayat lain) menyatakan bahwa penghuni neraka akan kekal di dalamnya.

Hadis memfatwakan bahwa orang yang keluar dari agama Islam harus dihukum mati.  Allah di dalam Quran 2:256 menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama.

Pertentangan di atas menunjukkan bahwa hadis-hadis tersebut bukan bersumber dari Nabi Muhammad. Biarlah Allah yang akan memutuskan balasan terhadap orang yang telah berdusta dengan mengatasnamakan nabi-Nya.

Kitab dan Hikmah
Ada orang yang mengemukakan ayat yang menyebut tentang "kitab dan hikmah" dan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "hikmah" adalah "hadis Nabi."

"Tuan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah ...” (Quran 2:129)

Kalau kita cermati ayat di atas dan ayat-ayat lain yang juga memuat pernyataan "rasul mengajarkan kitab dan hikmah" seperti 2:151, 3:164, dan 62:2, maka kita dapati bahwa ia didahului dengan pernyataan "rasul membacakan ayat-ayat Allah."  Terlihat bahwa dua pernyataan tersebut berada dalam satu konteks.  Artinya, yang dibacakan maupun yang diajarkan oleh rasul itu merujuk kepada objek yang sama, yaitu Quran.

Kerancuan timbul karena "kitaab wal hikmah" diterjemahkan sebagai "kitab dan hikmah" sehingga seakan-akan ia bermakna Quran dan sesuatu yang lain.  Padahal "kitaab" tidak selalu bermakna kitab/buku.  Ia juga bermakna "ketetapan" sebagaimana dapat kita baca pada surah 4:24, 8:68, 9:36, 13:38, 15:4 dan 30:56.

"Dan Kami tidak membinasakan suatu negeri melainkan telah ada baginya suatu ketetapan (kitaabun) yang dimaklumi." (Quran 15:4)

Jadi semestinya "kitaab wal hikmah" diterjemahkan sebagai "ketetapan dan hikmah."

"Ketetapan" mengacu kepada ayat-ayat Quran yang memuat berbagai ketentuan syariat, sedangkan "hikmah" mengacu kepada ayat-ayat Quran yang mengandung berbagai pengetahuan, nasihat, dan pelajaran.

Ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa "hikmah" pun merujuk kepada ayat-ayat Quran.  Di dalam surah 17, setelah sebelumnya menyampaikan berbagai nasihat di belasan ayat, Allah kemudian berfirman:

"Itulah sebagian dari hikmah yang diwahyukan Tuanmu kepadamu ..." (Quran 17:39)

Pada surah 10:1, 31:2, 36:2 dan 43:4 dinyatakan pula bahwa Quran itu adalah kitab yang mengandung hikmah.

"Alif Lam Ra.  Inilah ayat-ayat kitab yang mengandung hikmah." (Quran 10:1)

Jadi jelas sudah bahwa istilah "hikmah" dalam frasa "kitab dan hikmah" tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang diklaim sebagai "hadis Nabi."

Hadis Penghibur
Dalam hubungannya dengan ajaran-ajaran yang diklaim sebagai “hadis Nabi,” patut disimak ayat Quran yang menggambarkan tentang hadis penghibur (lahwal hadits).

Berbeda dengan Quran yang merupakan hadis terbaik (ahsanal hadits) yang menunjuki kepada kebenaran, hadis penghibur sifatnya menyesatkan manusia dari jalan Allah, dan bahkan bisa jadi bahan olok-olokan saja.

“Dan di antara manusia ada yang membeli hadis penghibur itu untuk menyesatkan dari jalan Allah tanpa ilmu, dan menjadikannya olok-olokan. Bagi mereka itu azab yang menghinakan.” (Quran 31:6)

Ambil contoh ajaran hadis yang mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa akan tetap masuk surga setelah “dicuci” di neraka, atau ajaran yang mengatakan bahwa setelah puasa sebulan Ramadan kita akan kembali suci bagaikan bayi baru lahir.

Keyakinan yang tidak pernah diajarkan di dalam hadis yang disampaikan oleh Nabi Muhammad (Quran) itu dapat menjadi penghibur yang akan melalaikan umat dari menetapi ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Di samping itu, ia dapat pula menjadi bahan olok-olokan. Anda tentu bisa membayangkan bagaimana dua ajaran tersebut dapat menjadi bahan hibur-hiburan dan olok-olokan.

Upaya Pembenaran Yang Sia-Sia
Sebagai upaya untuk membenarkan klaim tentang “hadis Nabi,” tidak jarang orang mengutip ayat yang mengatakan bahwa Nabi tidak berkata berdasarkan keinginannya. Padahal, ayat yang mereka maksud itu bukanlah merujuk kepada semua perkataan Nabi dalam hidupnya, melainkan mengacu kepada Quran yang beliau sampaikan.

“Dan tidaklah dia berkata menurut keinginannya. Ia (Quran itu) tidak lain adalah wahyu yang diwahyukan.” (Quran 53:3-4)

Di luar wahyu yang beliau sampaikan, sebagai manusia biasa Nabi pun kadang keliru dalam ucapannya.  Misalnya ketika beliau memberi izin kepada sebagian kaum muslim untuk tidak turut berperang (lihat Quran 9:43); atau ketika beliau bersumpah mengharamkan atas diri beliau sesuatu yang Allah halalkan untuk beliau (lihat Quran 66:1-2).

Ada satu lagi kutipan yang sangat populer bagi para fanatik hadis, yaitu potongan ayat yang bunyinya, “Apa yang rasul berikan kepada kamu ambillah, dan apa yang dia larang kamu darinya, hentikanlah.”

Entah bagaimana potongan ayat tersebut dianggap bisa membenarkan klaim bahwa Nabi Muhammad telah mengadakan ajaran lain di samping Quran. Peribahasanya, “Jauh panggang dari api.”

Ayat yang dikutip itu sebenarnya sedang membahas harta rampasan perang. Orang beriman disuruh agar mematuhi pembagian yang ditetapkan oleh rasul. Apa yang diberikan rasul silakan diambil, namun apa yang dicegah oleh rasul mesti dihentikan.

Berikut ini kutipan lengkap ayat dimaksud:

“Apa-apa saja yang Allah berikan kepada rasul-Nya dari penduduk negeri-negeri itu, maka untuk Allah, dan untuk rasul-Nya, dan untuk kerabat (rasul), dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan gelandangan, agar ia (harta itu) tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya dari kalian. Dan apa yang rasul berikan kepada kalian maka ambillah; dan apa yang dia cegah kalian darinya maka hentikanlah ...” (Quran 59:7)

Kesimpulannya, apa yang diklaim sebagai "hadis Nabi" adalah ajaran yang tidak ada landasannya di dalam Quran, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.  Karena itu ia tidak layak dijadikan sebagai rujukan dalam beragama.  Ia bahkan bisa dikatakan sebagai petaka terbesar di dalam dunia Islam yang telah berhasil memalingkan umat dari kitabullah.

"Dan Rasul berkata, 'Wahai Tuanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Quran ini sesuatu yang diabaikan.” (Quran 25:30)

(Terakhir diperbarui: 9 Maret 2022)


Share on Facebook

Artikel Terkait: