Berdiri
Berdirinya kita bukan dengan sikap asal-asalan saja. Kita berdiri di dalam shalat dengan sikap tunduk patuh kepada Allah.
Kita lalu mengucapkan "taawuz" (a'udzu billaahi minasy syaithaanir rajiim) karena di dalam shalat kita akan membaca ayat-ayat Quran.
"Maka apabila engkau akan membaca Quran, berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk." (Quran 16:98)
Seruan
Setelah membaca taawuz, kita buka shalat dengan memanggil Allah (“ya Allah”) atau salah satu nama-Nya, yaitu Ar-Rahmaan (“ya Rahmaan").
“... Serulah Allah, atau serulah Yang Pemurah, mana saja yang kalian seru, maka bagi-Nya nama-nama yang paling baik.” (Quran 17:110)
Suara
Seluruh bacaan di dalam shalat, baik itu ketika berdiri, rukuk, maupun sujud diucapkan dengan suara pelan. Tidak dikeraskan dan tidak pula diam (baca dalam hati) atau dibisikkan, tetapi pertengahan antara yang demikian.
“... Dan janganlah engkau mengeraskan suara dalam shalatmu, dan janganlah (pula) diam/berbisik padanya, tapi carilah suatu jalan di antara itu.” (Quran 17:110)
Bacaan
Substansi dari shalat adalah pembacaan ayat-ayat Quran. Hal ini dapat kita ketahui dari surah 17:78 yang mana di ayat tersebut Allah mengidentikkan shalat dengan "bacaan."
“Dirikanlah shalat dari terbenamnya matahari sampai gelapnya malam dan (dirikan pula) bacaan fajar. Sesungguhnya bacaan fajar itu disaksikan.” (Quran 17:78)
"Bacaan" adalah salah satu sebutan untuk Quran, bahkan ia adalah makna harfiah dari istilah "qur'aan" itu sendiri.
"Alif Lam Ra. Itu adalah ayat-ayat kitab dan bacaan yang jelas." (Quran 15:1)
Maka shalat kita hanya berisi pembacaan ayat-ayat Quran, baik secara utuh ataupun berupa penggalan-penggalan.
Kita membaca Quran sesuai bacaan aslinya yakni dalam bahasa Arab, sebagaimana Allah menyatakan bahwa Quran itu adalah sebuah bacaan berbahasa Arab.
"Sesungguhnya Kami menjadikannya (kitab itu) sebuah bacaan berbahasa Arab mudah-mudahan kalian menalar." (Quran 43:3)
Setelah tadi kita membuka shalat dengan memanggil Allah, selanjutnya kita membaca pujian yang tercantum di surah 17:111 mulai dari "alhamdulillah" sampai dengan "minadzul."
“Dan katakanlah, ‘Pujian bagi Allah yang tidak mengambil anak, dan tidak ada bagi-Nya sekutu dalam kerajaan-Nya, dan tidak ada bagi-Nya pelindung dari kehinaan,' dan besarkanlah Dia (dengan sebenar-benarnya) pembesaran.” (Quran 17:111)
"Bacaan wajib" yang harus kita baca di dalam shalat hanyalah pujian di atas dan tasbih penutup nanti pada akhir sujud. Jadi setelah membaca pujian di atas, kita bebas memilih ayat-ayat yang selanjutnya akan kita baca dalam berdiri, rukuk, dan sujud kita.
Namun tidak semua ayat Quran sesuai untuk dibaca di dalam shalat. Karena tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah (Quran 20:14) dan kita disuruh untuk membesarkan Allah di dalam shalat (Quran 17:111), maka pilihlah ayat-ayat Quran yang akan mengingatkan kita akan kebesaran-Nya.
Di antara ayat-ayat yang sesuai untuk dibaca di dalam shalat adalah: al-fatihah, 2:255 (ayat kursi), 3:26-27 (tanpa "quli"), 13:15, 25:61-62, 27:26, 31:26-27, 35:1-2, 40:68, 43:82, 45:36-37, 48:7, 57:1-3, 59:22-24, 67:1, dan 112:1-4 (al-ikhlas, tanpa "qul")
Kata "qul" yang terdapat di awal ayat tertentu tidak ikut kita baca karena itu adalah kata perintah kepada kita yang maknanya "katakanlah."
Agar ketika membaca ayat-ayat Quran ingatan kita tersambung kepada Allah, maka kita harus menghayati makna dari ayat yang sedang kita ucapkan. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui arti dari ayat-ayat yang kita baca di dalam shalat.
Rukuk
Dari berdiri kita kemudian rukuk. Rukuk bukanlah membungkukkan badan, akan tetapi berlutut.
Gambaran rukuk bisa kita dapatkan dari kisah Nabi Daud sewaktu beliau jatuh berlutut. Susunan kata “jatuh” yang diikuti dengan kata “berlutut/ rukuk" (raaki’an) saling menjelaskan satu sama lain. “Berlutut” menggambarkan bagaimana jatuh Nabi Daud, dan “jatuh” menggambarkan bagaimana rukuk beliau.
Orang bisa disebut "jatuh" manakala dari posisi berdiri dia lantas berlutut, tapi tidak disebut "jatuh" apabila dari sikap berdiri tegak dia lalu membungkukkan badan.
“... Dan Daud menyangka bahwa Kami mengujinya, maka dia meminta ampun kepada Tuannya, dan dia jatuh berlutut, dan bertobat.” (Quran 38:24)
Sujud
Dari posisi berlutut, kita kemudian sujud. Sujud dilakukan dengan membungkukkan badan sampai dahi menyentuh lantai.
Apabila didaratkan di atas permukaan yang tidak cukup lembut, maka sujud-sujud kita akan meninggalkan bekas di dahi sebagaimana orang-orang terdahulu.
“Muhammad itu utusan Allah; dan orang-orang yang bersamanya keras terhadap orang-orang kafir, pengasih sesama mereka. Engkau melihat mereka berlutut, sujud, mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya). Tanda mereka (adalah) bekas sujud pada wajah-wajah mereka ...” (Quran 48:29)
Akhir Shalat
Sujud adalah sikap tubuh terakhir dalam rangkaian shalat kita. Di akhir sujud, setelah selesai membaca ayat Quran, kita melafalkan pengagungan kepada Allah.
“Dan pada (sebagian) malam agungkanlah Dia, dan (agungkanlah Dia) di akhir sujud.” (Quran 50:40)
Pengagungan (tasbih) yang dimaksud pada ayat di atas adalah mengagungkan Allah dengan pujian (50:39), yaitu dengan mengucapkan “alhamdulillaahi rabbil ’aalamiin." Ucapan yang sama juga menjadi akhir seruan para penghuni surga.
“… Dan akhir seruan mereka: ‘Segala puji bagi Allah, Tuan seluruh alam.’” (Quran 10:10)
Rakaat
Dengan selesainya satu siklus gerakan berdiri-berlutut-sujud sebagaimana diterangkan di atas, telah sempurnalah shalat kita.
Kalau belum merasa cukup dengan satu kali berdiri-berlutut-sujud silakan berdiri lagi untuk shalat, karena memang tidak ada batasan untuk mengulanginya kembali.
Menyingkat Shalat
Apabila kita berada di luar kediaman, dan situasi keamanan sedang tidak kondusif untuk melaksanakan shalat karena mungkin kita akan mendapat gangguan dari orang kafir, maka kita boleh menyingkat shalat. Misalnya kita biasa shalat sepuluh menit, dalam situasi ini mungkin kita shalat lima menit saja.
“Dan apabila kalian berpergian di bumi, maka tidak ada kesalahan atas kalian untuk memendekkan shalat itu, jika kalian khawatir bahwa orang-orang yang ingkar akan mengganggu kalian ...” (Quran 4:101)
Shalat Dalam Keadaan Genting
Shalat dengan sikap tubuh berdiri-berlutut-sujud sebagaimana yang telah dijelaskan dilakukan apabila keadaannya memungkinkan. Di medan peperangan pun ketika perang tidak sedang berkecamuk kita dapat melakukan shalat dengan berdiri-berlutut-sujud, tentunya dengan saling berjaga-jaga bergantian sebagaimana yang dicontohkan pada praktik shalat Nabi.
Namun apabila keadaan sedang genting seperti dalam perang yang sedang berkecamuk, atau sedang dikejar musuh, maka shalat dapat dilakukan sambil berjalan kaki atau berkendara. Shalat dalam keadaan ini tentunya hanya berisi rangkaian bacaan tanpa mengambil sikap tubuh berdiri-berlutut-sujud.
Kalau situasi sudah mereda/aman, dan waktu shalat masih ada, kita kembali shalat dengan cara yang sebagaimana mestinya.
“Maka jika kalian khawatir, (shalatlah sambil) berjalan kaki atau berkendara. Kemudian apabila kalian telah aman, ingatlah Allah (shalatlah) sebagaimana Dia telah mengajarkan kepada kalian apa-apa yang tidak kalian ketahui.” (Quran 2:239)
Shalat Berjemaah
Pada shalat berjemaah, makmum berdiri di belakang imam. Makmum tidak membaca ayat-ayat Quran, melainkan hanya diam dengan niat mendengarkan bacaan imam meskipun mungkin, karena bacaan yang pelan, dia tidak dapat dengan jelas mendengarnya.
"Dan apabila dibacakan Quran, maka dengarkanlah ia dan diamlah, mudah-mudahan kalian mendapat rahmat." (Quran 7:204)
Ketika imam berlutut, makmum ikut berlutut; ketika imam sujud, makmum ikut sujud. Ketika makmum telah mengikuti imam bersujud, maka sempurnalah kepengikutannya di dalam shalat berjemaah tersebut.
Apabila makmum tidak dapat mendengar dengan jelas bacaan sujud imam, makmum dapat bangun dari sujudnya tanpa perlu menunggu selesainya sujud imam. Apabila bacaan sujud imam terdengar jelas bagi makmum, maka makmum menunggu selesainya sujud imam yang ditandai dengan pembacaan tasbih akhir sujud.
(Terakhir diperbarui: 20 Januari 2022)