Tulisan ini terinspirasi dari mimpi yang saya alami sekitar dua tahun yang lalu.
Di dalam mimpi itu saya sedang berada di taman surga dengan mata air-mata airnya yang mengalir jernih. Namun saya menemukan ternyata ada satu anak sungai yang airnya keruh. Aliran air yang keruh tersebut berasal dari telaga Nabi Isa.
Timbul pertanyaan dalam hati saya mengapa telaga Nabi Isa airnya keruh? Seketika itu datang jawaban yang mengatakan bahwa sebabnya adalah karena Nabi Isa malu hati kepada Tuhan.
Di dalam mimpi itu saya sedang berada di taman surga dengan mata air-mata airnya yang mengalir jernih. Namun saya menemukan ternyata ada satu anak sungai yang airnya keruh. Aliran air yang keruh tersebut berasal dari telaga Nabi Isa.
Timbul pertanyaan dalam hati saya mengapa telaga Nabi Isa airnya keruh? Seketika itu datang jawaban yang mengatakan bahwa sebabnya adalah karena Nabi Isa malu hati kepada Tuhan.
Beliau malu karena dirinya disebut-sebut oleh manusia sebagai Tuhan. Beliau malu disanjung sebagai Sang Raja, sementara beliau sadar bahwa dirinya tidak lebih dari abdi di kerajaan-Nya.
Apa yang saya lihat di dalam mimpi tersebut mungkin hanya simbol belaka. Tapi setidaknya ada suatu perspektif yang dapat saya sampaikan kepada sahabat-sahabat Nasrani, yaitu coba kita berempati dengan perasaan beliau seandainya kita dalam posisi yang sama.
Bagaimana rasanya apabila anda sebagai seorang hamba yang setia diposisikan sedemikian rupa sehingga terkesan anda terlibat dalam suatu kelancangan terhadap tuan anda?
Sahabat Nasrani yang saya hormati, tunjukkanlah penghormatan anda kepada Yesus dengan menempatkan beliau pada kedudukan yang sebenarnya. Menganggapnya sebagai Tuhan, atau anak Tuhan, berarti memposisikan beliau sebagai bagian dari penyimpangan keyakinan. Padahal, penyimpangan keyakinan itu sendiri merupakan hal yang hendak diluruskan oleh setiap nabi dan rasul, termasuk oleh Yesus sendiri.
Yesus bukan Tuhan, melainkan manusia yang diembankan amanat oleh Tuhan untuk menyampaikan ajaran-Nya. Beliau adalah seorang utusan.
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh. 17:3)
Seorang utusan tidak sama dengan yang mengutus. Kalau saya katakan saya akan mengutus, maka tentu bukan saya yang datang, tapi orang lain selaku utusan saya. Yesus adalah utusan Tuhan, maka bagaimana mungkin beliau sendiri disebut Tuhan?
Ketika Yesus berkata, “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” (Mrk. 12:29), apakah yang beliau maksud dengan “Tuhan” itu adalah diri beliau sendiri?
Apa yang saya lihat di dalam mimpi tersebut mungkin hanya simbol belaka. Tapi setidaknya ada suatu perspektif yang dapat saya sampaikan kepada sahabat-sahabat Nasrani, yaitu coba kita berempati dengan perasaan beliau seandainya kita dalam posisi yang sama.
Bagaimana rasanya apabila anda sebagai seorang hamba yang setia diposisikan sedemikian rupa sehingga terkesan anda terlibat dalam suatu kelancangan terhadap tuan anda?
Sahabat Nasrani yang saya hormati, tunjukkanlah penghormatan anda kepada Yesus dengan menempatkan beliau pada kedudukan yang sebenarnya. Menganggapnya sebagai Tuhan, atau anak Tuhan, berarti memposisikan beliau sebagai bagian dari penyimpangan keyakinan. Padahal, penyimpangan keyakinan itu sendiri merupakan hal yang hendak diluruskan oleh setiap nabi dan rasul, termasuk oleh Yesus sendiri.
Yesus bukan Tuhan, melainkan manusia yang diembankan amanat oleh Tuhan untuk menyampaikan ajaran-Nya. Beliau adalah seorang utusan.
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” (Yoh. 17:3)
Seorang utusan tidak sama dengan yang mengutus. Kalau saya katakan saya akan mengutus, maka tentu bukan saya yang datang, tapi orang lain selaku utusan saya. Yesus adalah utusan Tuhan, maka bagaimana mungkin beliau sendiri disebut Tuhan?
Ketika Yesus berkata, “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa” (Mrk. 12:29), apakah yang beliau maksud dengan “Tuhan” itu adalah diri beliau sendiri?
Ketika Yesus dengan sangat ketakutan meratap kepada Tuhan agar diselamatkan dari upaya pembunuhan, sebagaimana diceritakan di Lukas 22:42-44, apakah beliau sedang berdoa kepada diri beliau sendiri?
Saya yakin ide untuk menghilangkan atribut “Tuhan” dari Yesus cukup menantang bagi anda. Doktrin tersebut sudah mendarah daging dan diajarkan sebagai kebenaran dari generasi ke generasi selama ribuan tahun. Tapi para pencari kebenaran sejati memang akan dihadapkan pada situasi ketika keyakinan harus dipertanyakan. Memang tidak mudah, tapi itulah harganya.
Kecuali anda adalah orang yang tidak mau ambil pusing untuk menguji kebenaran, dan hanya berprinsip “saya percaya karena saya percaya,” maka rombaklah keyakinan anda dengan berani!
Anda dapat pindah ke agama Islam. Di dalamnya anda akan menemukan ajaran-ajaran berdasarkan kitab terakhir yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Alternatif lain, anda tetap dalam agama anda, namun menjadi seorang Nasrani yang bertauhid dengan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan atau anak Tuhan.
Di bawah ini saya kutipkan ayat-ayat “Perjanjian Terakhir” yang mungkin dapat anda jadikan sebagai tambahan bahan renungan.
“Dan ketika Allah berkata, ‘Wahai Isa putra Maryam, adakah engkau mengatakan kepada manusia, ambillah aku dan ibuku (sebagai) dua sembahan selain dari Allah?’ (Isa) berkata, ‘Agunglah Engkau! Tiadalah bagiku untuk mengatakan apa yang aku tiada hak. Jika aku mengatakannya, maka tentu Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau mengetahui yang tersembunyi.’” (Quran 5:116)
“Tiada aku mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan aku dengannya, (yaitu) ‘Menghambalah kalian kepada Allah, Tuanku dan Tuan kalian.’ Dan aku seorang saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka. Kemudian setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau saksi atas segala sesuatu.” (Quran 5:117)
(Terakhir diperbarui: 13 Maret 2019)
Share on Facebook
Saya yakin ide untuk menghilangkan atribut “Tuhan” dari Yesus cukup menantang bagi anda. Doktrin tersebut sudah mendarah daging dan diajarkan sebagai kebenaran dari generasi ke generasi selama ribuan tahun. Tapi para pencari kebenaran sejati memang akan dihadapkan pada situasi ketika keyakinan harus dipertanyakan. Memang tidak mudah, tapi itulah harganya.
Kecuali anda adalah orang yang tidak mau ambil pusing untuk menguji kebenaran, dan hanya berprinsip “saya percaya karena saya percaya,” maka rombaklah keyakinan anda dengan berani!
Anda dapat pindah ke agama Islam. Di dalamnya anda akan menemukan ajaran-ajaran berdasarkan kitab terakhir yang diturunkan Tuhan untuk manusia. Alternatif lain, anda tetap dalam agama anda, namun menjadi seorang Nasrani yang bertauhid dengan tidak menganggap Yesus sebagai Tuhan atau anak Tuhan.
Di bawah ini saya kutipkan ayat-ayat “Perjanjian Terakhir” yang mungkin dapat anda jadikan sebagai tambahan bahan renungan.
“Dan ketika Allah berkata, ‘Wahai Isa putra Maryam, adakah engkau mengatakan kepada manusia, ambillah aku dan ibuku (sebagai) dua sembahan selain dari Allah?’ (Isa) berkata, ‘Agunglah Engkau! Tiadalah bagiku untuk mengatakan apa yang aku tiada hak. Jika aku mengatakannya, maka tentu Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri-Mu. Sesungguhnya Engkau mengetahui yang tersembunyi.’” (Quran 5:116)
“Tiada aku mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan aku dengannya, (yaitu) ‘Menghambalah kalian kepada Allah, Tuanku dan Tuan kalian.’ Dan aku seorang saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka. Kemudian setelah Engkau wafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau saksi atas segala sesuatu.” (Quran 5:117)
(Terakhir diperbarui: 13 Maret 2019)
Share on Facebook