9.5.17

Bersahabat dengan Orang Kafir

Allah telah menetapkan aturan dalam berbagai aspek kehidupan orang beriman yang tujuan akhirnya adalah untuk keselamatan orang beriman itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.

Di antara aturan Allah itu ialah Dia melarang kita menjadikan orang kafir (non-mukmin) sebagai teman dekat atau sekutu.  Yang kita jadikan sebagai teman dekat dan sekutu itu haruslah sesama orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya.  Ancaman Allah kepada orang yang melanggar larangan ini berat: dia akan terputus hubungan dengan Allah.

“Janganlah orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai teman atau sekutu selain dari orang-orang yang beriman.  Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka tidak ada sesuatu pun (hubungan dia) dengan Allah, kecuali karena menjaga diri dari sesuatu yang kalian takuti dari mereka.  Dan Allah memperingatkan kalian akan diri-Nya, dan kepada Allah tempat kembali.” (Quran 3:28 [pesan yang serupa terdapat di 4:144])

Larangan menjadikan orang kafir sebagai teman dekat atau sekutu ini berlaku pula terhadap orang munafik.  Yaitu orang-orang yang secara formal masuk ke dalam golongan orang beriman, namun dalam praktiknya mereka ingkar kepada Allah dan rasul-Nya.  Mereka ini sejatinya tergolong orang kafir juga.

“Mereka (orang munafik) ingin agar kalian kafir sebagaimana mereka telah kafir, lalu kalian menjadi sama (dengan mereka).  Maka janganlah kalian menjadikan mereka teman atau sekutu, sehingga mereka berhijrah di jalan Allah.  Kemudian jika mereka berpaling, maka tangkaplah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kalian temukan mereka, dan janganlah kalian jadikan di antara mereka sebagai teman/sekutu atau penolong.” (Quran 4:89)

Pada ayat lain Allah secara spesifik melarang orang beriman menjadikan orang kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, sebagai teman dekat atau sekutu.  Orang beriman yang menjadikan orang Yahudi atau Nasrani sebagai teman dekat atau sekutu akan dianggap sebagai bagian dari mereka.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani sebagai teman atau sekutu; mereka adalah teman dan sekutu satu sama lain.  Dan barang siapa di antara kalian yang menjadikan mereka teman atau sekutu, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka.  Sesungguhnya Allah tidak menunjuki kaum yang zalim.” (Quran 5:51)

“Teman dekat atau sekutu” di sini adalah terjemahan dari istilah bahasa Arab waliy (jamak: awliya) yang terbit dari akar wau-lam-ya yang memiliki makna dasar “yang dekat.”  Istilah waliy sendiri memiliki banyak arti, di antaranya: teman, pelindung, penolong, sekutu, pengurus, dll.  Namun memperhatikan konteks dari rangkaian ayat-ayat yang melarang orang beriman menjadikan orang ingkar sebagai waliy—yang di sana ada unsur kebersamaan dalam pergaulan (4:140, 5:57, 60:8), unsur kecenderungan rasa sayang (9:24, 60:1), unsur merapatkan diri (3:28), unsur keberpihakan (4:141, 5:53, 58:14), dan unsur mengharapkan kekuatan (4:139, 5:52)—maka menurut saya terjemahan waliy yang pas untuk ayat-ayat dimaksud adalah “teman dekat atau sekutu.”

Per kamus, sebenarnya terjemahan “teman” untuk waliy itu tidak memakai tambahan “dekat.”  Namun memperhatikan aspek kedekatan riil yang harus dipenuhi oleh istilah waliy, maka demi memperjelas pengertian saya bahasakan menjadi “teman dekat” untuk membedakannya dengan sebutan umum “teman” yang pada praktiknya belum tentu mempunyai kedekatan yang intens (teman sekantor, teman satu sekolah, teman seperjalanan, dll).

Di samping ayat-ayat larangan menjadikan orang non-mukmin sebagai teman dekat atau sekutu berdasarkan istilah waliy di atas, Allah di ayat lain menyinggung pesan yang senada dengan langsung menggunakan istilah “sahabat karib” (waliyjat).

“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan dibiarkan, sedang Allah belum mengetahui orang-orang yang berjuang di antara kalian dan tidak mengambil selain dari Allah, dan rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai sahabat karib.  Dan Allah mengenal apa yang kalian kerjakan.” (Quran 9:16)

Di ayat lain lagi Allah menegaskan larangan yang serupa dengan menggunakan sebutan “orang terdekat/orang kepercayaan” (bithaanat).  Pada ayat ini Allah terangkan pula alasan dari larangan tersebut yaitu bahwa orang non-mukmin akan terus menghendaki keburukan bagi orang beriman.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang terdekat/orang kepercayaan dari selain kalian, mereka tidak abai untuk menghancurkan kalian; dan mereka mengharapkan apa yang menyusahkan kalian.  Sungguh telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang dada mereka sembunyikan adalah lebih besar.  Sungguh telah Kami jelaskan kepada kalian ayat-ayat, jika kalian menalar.” (Quran 3:118)

Larangan untuk menjadikan orang yang tidak beriman sebagai teman dekat atau sekutu ini berlaku terhadap siapa saja secara umum, termasuk apabila orang kafir itu adalah keluarga kita sendiri.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil bapak-bapak kalian dan saudara-saudara kalian sebagai teman atau sekutu, jika mereka lebih menyukai kekafiran dari keimanan.  Dan barang siapa di antara kalian yang menjadikan mereka teman atau sekutu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Quran 9:23)

Selain disebut orang yang zalim, mereka yang menjadikan orang kafir sebagai teman dekat atau sekutu digolongkan Allah sebagai orang munafik, dan diancam-Nya dengan siksaan yang pedih.

“Gembirakanlah orang-orang munafik bahwa bagi mereka siksaan yang pedih.  (Yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang ingkar sebagai teman atau sekutu selain dari orang-orang beriman.  Apakah mereka (orang munafik) mencari kekuatan di sisi mereka (orang kafir)?  Maka sungguh kekuatan itu semuanya milik Allah.” (Quran 4:138—139)

Interaksi Sosial

Adanya larangan menjadikan orang kafir sebagai teman dekat atau sekutu ini bukan berarti orang beriman sama sekali tidak boleh bergaul dengan mereka.  Kita tetap dapat berinteraksi dengan orang yang tidak beriman secara wajar dalam keseharian sesuai dengan keadaan kita, apakah itu sebagai kerabat, tetangga, rekan kerja, rekan sekolah, dan sebagainya.  Untuk menyampaikan ayat-ayat Allah kepada mereka pun diperlukan adanya suatu interaksi sosial.  Namun kita wajib menjaga jarak kedekatan dalam pergaulan tersebut sehingga tidak sampai menjadi suatu pertemanan yang akrab.

Berbuat Baik dan Berlaku Adil

Meski tidak boleh menjadikan mereka sebagai teman dekat atau sekutu, kita tidak dihalangi untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang kafir yang tidak memusuhi kita sebagaimana yang memang semestinya kita perbuat kepada semua orang secara umum.

“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam agama, dan tidak mengusir kalian dari tempat-tempat tinggal kalian.  Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil.” (Quran 60:8)

Pengecualian

Terdapat dua pengecualian terkait larangan menjadikan orang-orang yang tidak beriman sebagai teman dekat atau sekutu ini.

Pengecualian pertama, sebagaimana disebutkan secara eksplisit pada Quran 3:28 yang sebelumnya dikutip, adalah karena alasan menjaga diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.  Apabila ada ancaman yang nyata dari mereka terhadap keselamatan kita, maka kita boleh merapatkan diri kepada mereka sebagai siasat untuk mengamankan diri dari ancaman tersebut.

Pengecualian ke dua adalah dalam hal terjadi perkawinan antara orang mukmin dengan orang musyrik atau orang kitab.  Secara umum orang beriman dilarang kawin dengan orang musyrik (Quran 2:221), namun terdapat pengecualian terhadap orang beriman yang melakukan zina yang kepada mereka orang musyrik adalah salah satu pilihan yang dapat dikawini (Quran 24:3).  Perempuan kitab (Yahudi dan Nasrani) yang tidak menyekutukan Allah juga dapat dikawini oleh orang beriman berdasarkan Quran 5:5.  Dalam kasus seperti ini, orang beriman tersebut otomatis telah menjadikan orang musyrik atau orang kitab sebagai teman dekatnya sebagai konsekuensi logis dari menjadikannya sebagai suami atau istri.

Hikmah

Larangan Allah menjadikan orang kafir dan orang kitab sebagai teman dekat atau sekutu tentunya bukan tanpa hikmah.

Hikmah pertama, sebagaimana yang sudah disinggung pada Quran 3:118 di atas, adalah demi memelihara keselamatan diri kita.  Ketika telah diberitahukan bahwa orang-orang yang tidak beriman ingin agar kita hancur dan menderita, maka menjadikan mereka sebagai orang dekat atau orang kepercayaan hanya akan memperbesar kesempatan mereka melaksanakan maksud jahatnya itu kepada kita.

Hikmah ke dua, dengan tidak mengambil orang non-mukmin sebagai teman dekat atau sekutu maka persatuan dan kesatuan di kalangan sesama orang beriman akan menjadi solid.  Islam itu tidak melulu urusan personal seperti shalat, zikir, puasa, dsb.  Ada pula urusan yang sifatnya komunal seperti perjuangan di jalan Allah dan berbagai agenda kepentingan umat yang hanya dapat terlaksana dengan baik lewat soliditas di antara orang-orang beriman.  Kondisi tersebut sulit tercapai apabila orang-orang beriman malah mencurahkan kebersamaan dan kesetiaannya kepada kalangan luar.

Hikmah ke tiga, menjaga jarak dengan orang yang tidak beriman akan memelihara kita dari upaya-upaya pemurtadan yang mungkin mereka coba lakukan melalui pendekatan pertemanan.  Karena, sebagaimana yang Allah katakan di dalam Quran, banyak dari orang kitab yang ingin membalikkan kita kepada kekafiran.

“Banyak dari orang kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kalian menjadi kafir setelah keimanan kalian, (karena) rasa dengki di jiwa mereka setelah kebenaran itu jelas bagi mereka.  Maka maafkanlah dan berpalinglah kalian sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.  Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Quran 2:109)

Selain adanya kemungkinan upaya pembelokan iman kita secara langsung sebagaimana diterangkan di atas, berteman dekat dengan orang-orang kafir juga dapat merusak keimanan kita melalui cara yang tidak langsung.  Allah menceritakan adanya kecenderungan orang kafir dan orang kitab untuk mengolok-olok agama kita.  Ketika orang macam ini kita jadikan teman dekat, maka ada kemungkinan kelakuannya akan menular kepada kita, atau setidak-tidaknya kita jadi permisif atas olok-olokan terhadap agama kita karena yang melakukannya adalah teman kita sendiri.

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil sebagai teman atau sekutu orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan orang-orang kafir yang menjadikan agama kalian sebagai olok-olokan dan permainan.  Dan takutlah kepada Allah, jika kalian orang-orang yang beriman.” (Quran 5:57)

Teman dekat itu besar pengaruhnya pada diri kita.  Mereka turut membentuk perspektif kita atas kehidupan.  Perbuatan baik kita bisa jadi kita tinggalkan gara-gara dicemooh oleh sahabat; kelakuan buruk kita bisa jadi kita banggakan karena dipuji-puji oleh teman dekat.  Bahkan saat kiamat nanti ada yang celaka karena telah salah memilih sahabat.

“Wahai celaka aku!  Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan si polan sahabat karib.” (Quran 25:28)

Share on Facebook

Artikel Terkait: