6.9.22

Orang-Orang yang Dimiliki

Jika anda rutin membaca Quran, tentu tidak jarang bertemu dengan frasa “… hamba sahaya yang kalian miliki.”  Frasa tersebut adalah terjemahan dari “maa malakat aymanukum,” yang secara literal berarti: “apa-apa yang tangan kanan kalian miliki.”
 
Terdapat beberapa ketentuan yang perlu kita ketahui terkait dengan orang yang kita miliki.  Namun pertama-tama yang harus kita bahas tentulah mengenai siapa sebetulnya orang yang dimiliki tersebut.
 
Kata kuncinya adalah “milik.”  Istri kita bukanlah milik kita.  Dia adalah orang yang mengikat perkawinan dengan kita, dan dia dapat memutuskan ikatan tersebut manakala dia kehendaki.  Pekerja dan pembantu kita bukanlah milik kita.  Mereka terikat dalam hubungan majikan-pekerja dengan kita, dan mereka dapat mengakhiri hubungan tersebut kalau mau.
 
Orang yang sesungguhnya kita miliki secara sah adalah budak dan tawanan perang.  Hak-hak mereka sudah hilang, dan pemilik mereka berkuasa penuh atas diri mereka tanpa dapat digugat.
 
Ada kemungkinan bahwa Allah menyebut “yang tangan kanan miliki” dan tidak langsung saja menyebut “budak” (“abd/amat”) agar jelas bahwa yang Dia maksudkan tidak terbatas pada orang yang memang sudah berstatus sebagai budak, melainkan juga orang merdeka (tawanan perang) yang dimiliki lewat penaklukkan.
 
Berikut ini adalah beberapa ketentuan Quran mengenai orang-orang yang dimiliki, baik itu yang di dalam Quran diistilahkan sebagai “budak” (abd/amat), maupun “apa yang tangan kanan miliki” (maa malakat ayman):
 
1. Berbuat baik kepada mereka.
 
”Dan sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan-Nya. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, gelandangan, dan orang yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai siapa yang sombong lagi membanggakan diri,” (Quran 4:36)
 
2. Mempertimbangkan perjanjian pembebasan untuk mereka. 
 
”... Dan jika orang yang kalian miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), maka buatlah perjanjian dengan mereka jika kalian mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berilah mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian ...” (Quran 24:33)
 
3. Boleh dicampuri tanpa kawin oleh pemiliknya. 
 
”Kecuali terhadap istri-istri mereka, atau orang yang mereka miliki, maka sesungguhnya  mereka tidak tercela.” (Quran 23:6)
 
Dari konteks ayat-ayat Quran terkait perkawinan dan hubungan seks (4:3, 4:24-25, 33:50, 33:52) dapat disimpulkan bahwa kebolehan ini hanya berlaku bagi majikan laki-laki terhadap budak perempuannya.  Jadi meski perempuan juga dapat memiliki budak, dia tidak dibenarkan untuk berhubungan seks tanpa ikatan nikah dengan orang yang dia miliki tersebut.
 
4. Alternatif untuk dikawini bagi yang tidak mampu mengawini perempuan merdeka. 
 
”Dan barang siapa di antara kalian yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengawini perempuan terjaga (merdeka) yang beriman, maka (kawinilah) pemudi yang beriman dari orang yang kalian miliki.  Dan Allah lebih mengetahui keimanan kalian.  Sebagian kalian adalah dari sebagian yang lain.  Maka kawinilah mereka dengan izin keluarga mereka, dan berilah mereka mahar yang pantas sebagai perempuan-perempuan dalam ikatan perkawinan, bukan dalam perzinaan, dan bukan mengambil sebagai teman (rahasia) ...” (Quran 4:25)
 
5. Apabila seorang perempuan yang berstatus sebagai orang yang dimiliki dikawini oleh pemiliknya, maka ikatan perkawinan perempuan tersebut dengan suaminya otomatis gugur karena yang dilakukan pemiliknya itu sama dengan tindakan pembatalan.
 
”Dan (diharamkan pula mengawini) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali orang yang kalian miliki ...” (Quran 4:24)
 
6. Tidak boleh dipaksa melakukan pelacuran. 
 
“... Dan janganlah kalian paksa pemudi kalian untuk melakukan pelacuran, jika mereka menghendaki kesucian, karena kalian hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Dan barang siapa memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Pengampun, lagi Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.” (Quran 24:33)
 
7. Hukuman bagi yang berzina di antara mereka adalah setengah dari hukuman bagi perempuan merdeka.
 
”... maka apabila mereka telah dikawini, jika mereka melakukan perbuatan keji (zina) maka bagi mereka separuh dari hukuman perempuan yang terjaga (merdeka) …” (Quran 4:25)
 
8. Wajib meminta izin apabila hendak menemui kita di dalam tiga waktu, yaitu: sebelum shalat Fajar, tengah hari, dan setelah shalat Isya.
 
Tiga waktu tersebut merupakan waktu-waktu ketika besar kemungkinan kita sedang tidak berpakaian lengkap, atau sedang menikmati privasi dengan istri/suami.
 
Di luar tiga waktu tersebut tidak mengapa mereka menemui kita tanpa meminta izin terlebih dahulu.
 
“Wahai orang-orang yang beriman! Hendaklah orang yang kalian miliki, dan orang-orang yang belum mencapai pubertas di antara kalian, meminta izin kepada kalian pada tiga kali (kesempatan) yaitu, sebelum shalat Fajar, ketika kalian menanggalkan pakaian (luar) kalian di tengah hari, dan setelah shalat Isya. (Itulah) tiga (waktu) aurat bagi kalian …” (Quran 24:58)
 
9. Perempuan beriman boleh tidak menerapkan norma berpakaian secara ketat di depan orang yang mereka miliki. 
 
”... dan hendaklah mereka memasang kerudung-kerudung mereka pada belahan baju mereka, dan tidak menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, ... atau orang yang mereka miliki ...” (Quran 24:31)
 
10. Dikawinkan.

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang baik di antara budak-budak lelaki kalian dan budak-budak perempuan kalian.  Jika mereka fakir, Allah akan mencukupi mereka dengan karunia-Nya.  Dan Allah Meliputi, Mengetahui.” (Quran 24:32)

Artikel Terkait: